BAB
I
PENDAHULUAN
Bahasa atau
language merupakan produksi dari alat-alat bicara manusia (Organ of speech)
diguanakan sebagai alat untuk berkomunikasi dan `berinteraksi. Bahasa mempunyai
arti yang sangat penting dalam kehidupan ini. Bloomfield berkata language plays agreat part in our live
(1935:3). Fakta menunjukkan bahwa manusia dapat saja menggunakan alat komunikasi
lain selain bahasa. Namun, bahasa verbal tetap merupakan alat komunikasi yang
paling baik dan sempurna.
Secara
etimologi kata fonologi berasal dari
gabungan kata fon yang berarti
‘bunyi’ dan logi yang berarti ‘ilmu’.
Sebagai sebuah ilmu, fonologi lazim diartikan sebagai bagian dari kajian
linguistik yang mempelajari, membahas, membicarakan, dan menganalisis
bunyi-bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat-alat ucap manusia. Bila kita
mendengar suara orang berbicara entah berpidato atau bercakap-cakap, maka akan
kita dengar runtunan bunyi-bunyi bahasa yang terus menerus (Abdul Chaer, 2013:
1).
Secara populer orang sering menyatakan bahwa fonologi adalah
ilmu yang mempelajari tentang huruf, atau ilmu yang menjadikan huruf sebagai
objek kajian. Ada beberapa buku yang mungkin rumusannya agak berbeda tetapi
bahwa bahasa menjadi kajian, kiranya tidak perlu diperdebatkan lagi.
Oleh sebab itu, studi atau kajian struktural
fonemik sangat penting karena dapat memberikan pemahaman mengenai bahasa itu
sebagai satu-satunya alat komunikasi yang paling baik dan sempurna. Kajian
bahasa ada yang bersifat mikro/ mikrolinguistik dan ada yang bersifat makro/
makrolinguistik, dengan kata lain ada kajian bahasa secara internal dan kajian
bahasa eksternal.
BAB II
Pola
Struktural Fonemik Satuan Lingual
A.
Pengertian Fonemik
Fonemik adalah kajian atau analisa bunyi bahasa dengan
memperhatikan status-Nya sebagai pembeda makna. Bunyi bahasa yang diucapkan
oleh manusia akan memiliki pembeda makna pada setiap bunyi bahasa-Nya (Abdul
Chaer, 2013: 62).
Ada beberapa pengertian fonemik menurut para ahli diantaranya, Menurut
Verhaar, Fonemik adalah bidang khusus dalam linguistik yang mengamati
bunyi-bunyi suatu bahasa tertentu menurut fungsinya untuk membedakan leksikal
dalam bahasa (Verhaar, 1982: 36). Sedangkan menurut Abdul Chaer, Fonemik adalah
cabang kajian fonologi yang mengkaji bunyi-bunyi bahasa dengan memperhatikan
fungsinya sebagai pembeda makna (Abdul Chaer, 2013: 62).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bunyi-bunyi dalam
bahasa dapat membedakan makna dan pengucapan bahasa tanpa memperhatikan apakah
bunyi tersebut berfungsi sebagai pembeda makna kata atau tidak.
Dalam bahasa indonesia fonemik (i) setidak-Nya mempunyai empat dua
alofon, yaitu : Bunyi (i) seperti dalam kata cita, bunyi (i) seperti pada kata
tarik, bunyi (i) seperti kata ingkar, dan bunyi (i) seperti kata kali.
Fonem-fonem yang berupa bunyi, yang didapat sebagai segmentasi
terhadap arus ujaran disebut fomen segmental. Sebalik-Nya fonem yang berupa
unsur suprasegmental disebut fonem suprasegmental atau fonem nonsegmental.
Unsur suprasegmental tampak-Nya tidak fonemik maupun morfemis;
namun, intonasi mempunyai peranan pada tingkat sintaksis. Umpama-Nya kalimat dia membaca
komik
dengan tekanan pada kata dia berarti yang membaca bukan orang lain, dengan
tekanan pada kata membaca berarti dia bukan menulis atau menjual komik, dan
dengan tekanan pada kata komik berarti yang dibaca bukan koran (Abdul Chaer,
2013: 68).
Fonem-fonem
dalam bahasa indonesia :
1. Fonem Vokal
Fonem vokal adalah yang dihasilkan udara yang keluar dari
paru-paru dengan tidak mendapatkan hambatan. Jenis vokal ditentukan oleh posisi
bibir, tinggi rendah-Nya lisah dan maju mundur-Nya lidah (Abdul Chaer, 2013:
68). Contoh-Nya :
a. /a/ vokal
depan, rendah, tak bundar.
b. /i/ vokal
depan, tinggi, tak bundar.
c. /u/ vokal
belakang, atas, bundar.
d. /e/ vokal depan,
sedang, atas, tak bundar.
e. /o/ vokal
belakang, sedang, bundar.
( Abdul
Chaer, 2013: 39) Bunyi-bunyi vokal dapat diklasifikasikan menurut :
a. Tinggi
rendahnya posisi lidah
Berdasarkan
tinggi rendahnya posisi lidah bunyi-bunyi vokal dapat dibedakan atas:
1) Vokal tinggi
atas, seperti bunyi [i] dan [u];
2) Vokal tinggi
bawah, seperti bunyi [I] dan [U];
3) Vokal sedang
atas, seperti bunyi [e] dan [o];
4) Vokal sedang
bawah, seperti bunyi [ɛ] dan [⊃];
5) Vokal sedang
tengah, seperti bunyi [∂];
6) Vokal
rendah, seperti bunyi [a];
b. Maju
mundurnya lidah
Berdasarkan
maju mundurnya lidah bunyi vokal dapat dibedakan atas:
1) Vokal depan,
seperti bunyi [i], [e], dan [a];
2) Vokal
tengah, seperti bunyi [∂];
3) Vokal
belakang, seperti bunyi [u] dan [o];
c. Striktur
Striktur
pada bunyi vokal adalh jarak antara lidah dengan langit-langit keras (palatum).
Maka berdasarkan strikturnya bunyi vokal dapat dibedakan menjadi: (Abdul Chaer:
2013: 41)
1) Vokal
tertutup, yang terjadi apabila lidah diangkat setinggi mungkin mendekati
langit-langit, seperti bunyi [i] dan bunyi [u];
2) Vokal semi
tertutup, yang terjadi apabila lidah diangkat dalam ketinggian sepertiga
dibawah vokal tertutup, seperti bunyi [e], bunyi [∂], dan bunyi [o];
3) Vokal semi
terbuka, yang terjadi apabila lidah diangkat dalam ketinggian sepertiga diatas
vokal yang paling rendah, seperti bunyi [ɛ] dan [⊃];
4) Vokal
terbuka, yang terjadi apabila lidah berada dalam posisi serendah mungkin,
seperti bunyi [a];
d. Bentuk mulut
Berdasarkan bentuk mulut sewaktu bunyi vokal itu diproduksi dapat
dibedakan: (Abdul Chaer: 2013: 41)
1) Vokal
bundar, yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk mulut membundar. Dalam hal ini
ada yang bundar terbuka seperti bunyi [⊃], dan yang bundar tertutup seperti
bunyi [o] dan bunyi [u];
2) Vokal tak
bundar, yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk mulut tak membundar, melainkan
terbentang melebar, seperti bunyi [i], bunyi [e], dan bunyi [ɛ];
3) Vokal
netral, yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk mulut tidak bundar dan tidak
melebar, seperti bunyi [a];
Berdasarkan
empat kriteria yang dibicarakan tersebut, maka nama-nama vokal dapat disebutkan
sebagai berikut: ( Abdul Chaer, 2013: 42)
[i] adalah
vokal depan, tinggi (atas), tak bundar, tertutup.
[I] adalah
vokal depan, tinggi (bawah), tak bundar, tertutup.
[u] adalah
vokal belakang, tinggi (atas), bundar, tertutup.
[U] adalah
vokal belakang, tinggi (bawah), bundar, tertutup.
[e] adalah
vokal depan, sedang (atas), tak bundar, semi tertutup.
[ɛ] adalah
vokal depan, sedang (bawah), tak bundar, semi terbuka.
[∂] adalah,
vokal tengah, sedang, tak bundar, semi tertutup.
[o] adalah
vokal belakang, sedang (atas), bundar, semi tertutup
[⊃] adalah
vokal belakang, sedang (bawah), bundar, semi terbuka.
[a] adalah
vokal belakang, rendah, netral, terbuka.
2. Fonem
Diftong
Fonem diftong adalah diftong/ay,diftong/aw/, dan diftong/oy/.
Ketiga-Nya dapat dibuktikan dengan pasangan minimal (Abdul Chaer, 2013: 69). Diftong
naik, terjadi jika vokal yang kedua diucapkan dengan posisi lidah menjadi lebih
tinggi dari pada yang pertama Contoh-Nya :
a. /ay/ gulai x
gula (gulay x gula). Diftong /aw/ dapat menduduki posisi awal dan posisi akhir,
seperti tampak pada contoh : aula [awla] dan pulau [pulaw]. Tidak dapat
menduduki posisi tengah;
b. /aw/ pulau x
pula (pulaw x pula). Diftong /ay/ hanya menduduki posisi akhir, seperti pada kata
[pantay] dan [landay]. Tidak dapat menduduki posisi awal dan posisi tengah;
c. /oi/ sekoi x
seka (sakoi x seka). Diftong /oy/ hanya menduduki posisi akhir, seperti tampak
pada kata [sakoy] dan [amboy]. Tidak menduduki posisi awal dan posisi tengah;
3. Fonem
Konsonan
Fonem konsonan adalah bunyi yang timbul akibat udara yang keluar
dari paru-paru melalui rongga mulut atau rongga hidung (Abdul Chaer, 2013: 70).
Nama-nama fonem konsonan bahasa indonesia adalah :
a
/b/ konsonan bilabial,
hambat, bersuara;
b
/p/ konsonan bilabial,
hambat, tak bersuara;
c
/m/ konsonan bilabial,
nasal;
d
/w/ konsonan bilabial,
semi vokal;
e
/f/ konsonan
labiodental, geseran, tak bersuara;
f
/d/ konsonan
apikoalveolar, hambat, bersuara;
g
/t/ konsonan
apikoalveolar, hambat, tak bersuara;
h
/n/ konsonan
apikoalveolar, nasal;
i
/ / konsonan
apikoalveolar, sampingan;
j
/r/ konsonan
apikoalvolaer, getar;
k
/z/ konsonan
laminoalvolar, geram, bersuara;
l
/s/ konsonan
laminoalveolar, geseran, tak bersuara;
m
/ʃ/ konsonan
laminopalatal, geseran, bersuara;
n
/ñ/ konsonan
laminopalatal, nasal;
o
/j/ konsonan
laminopalatal, paduan, bersuara;
p
/c/ konsonan
aminopalatal, paduan, tak bersuara;
q
/y/ konsonan
laminopalatal, semo vokal;
r
/g/ konsonan
dorsovelar, hambat, bersuara;
s
/k/ konsonan
dorsovelar, hambat, tak bersuara;
t
/ᶇ/ konsonan
dorsovelar, nasal;
u
/x/ konsonan
dorsovelar, geseran, bersuara;
v
/h/ konsonan laringal,
geseran bersuara;
w
/?/ konsonan glotal,
hambat;
B.
Pola Struktural Fonemik
Satuan kebahasaan berkaitan
dengan bentuk dan makna. Bentuk satuan kebahasaan berupa deret bunyi bahasa.
Bentuk tersebut bersifat acak atau arbitrer. Sementara itu makna suatu satuan
kebahasaan bersifat linier atau tetap. Misalnya untuk mengungkapkan makna
‘lembaran-lembaran kertas yang terjilid, dapat berisi tulisan atau kosong’
dapat digunakan bentuk buku atau bisa juga dengan bentuk book atau bentuk lain
dari berbagai bahasa.
Makna di atas bersifat tetap
tetapi bentuk untuk mengungkapkan makna tersebut acak atau tidak tetap. Satuan kebahasaan tersebut dapat dibagi menjadi dua yaitu satuan kebahasaan
yang belum memiliki makna atau satuan fonologis dan satuan kebahasaan yang yang
bermakna atau satuan gramatikal. Yang termasuk satuan fonologis adalah fona
atau bunyi, fonem, dan silabel atau suku kata.
1.
Fona
Fona adalah bunyi bahasa yang terdiri atas bunyi vokal
dan bunyi konsonan ( Harimurti Kridalaksana, 2008: 62). Simbol atau lambang
bunyi bahasa adalah huruf. Dalam Bahasa Indonesia terdapat 26 huruf dimulai
dengan huruf a s.d. huruf z. Fon dapat dikatakan pula bunyi bahasa (bahasa
Inggris: speech sound) atau fon adalah satuan bunyi yang dihasilkan oleh alat
ucap. Dalam fonologi, bunyi bahasa diamati sebagai fonem.
Fona merupakan satuan bahasa yang bersifat konkret.
Fon itu dapat didengar dan dapat diucapkan. Karena itu, di samping fon,
digunakan juga istilah bunyi. Kata kain dalam bahasa Indonesia misalnya,
merupakan kata yang mengandung empat fon, yakni (k), (a), (i), dan (n), jika
fon-fon itu diidentifikasi secara analitis.
Perlu diperhatikan bahwa fon berbeda dengan huruf. Fon
adalah bunyi, sedangkan huruf adalah symbol grafis bunyi. Jumlah fon dan jumlah
huruf tidak selalu paralel. Kata senyampang dalam bahasa Indonesia
mengandung tujuh fon, yakni (s), (e),
(n), (a), (m), (p), dan (n). Akan tetapi, kata tersebut bahwa fon tidak identik
dengan bunyi. Memang ada kata yang jumlah fonnya sama dengan huruf yang
terdapat pada kata itu, seperti yang tampak pada kata itu. Akan tetapi,
secara prinsip fon adalah maujud yang berbeda dengan huruf.
Fona atau bunyi bahasa adalah
satuan bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia dan diamati dalam fonetik
sebagai fon atau dalam fonologi fonem. Ada dua jenis bunyi bahasa yaitu vokoid
yaitu bunyi yang dihasilkan dengan arus udara yang tidak mengalami rintangan. Fon adalah realisasi dari fonem (parole),
atau bunyi yang diartikulasikan (diucapkan) misalnya {lari}.
2.
Fonem
Fonem adalah satuan bunyi terkecil yang mampu
menunjukkan kontras makna. Misalnya dalam Bahasa Indonesia /h/ adalah fonem,
karena membedakan makan kata harus
dan arus; /b/ dan /p/ adalah dua
fonem yang berbeda karena bapa dan papa berbeda maknanya. Fonem merupakan
abstraksi, sedangkan wujud fonetisnya tergantung beberapa faktor, terutama
posisinya dalam hubungan dengan bunyi lain. Salah satu cara menentukan
sebuah fonem dalam sebuah sistem bahasa adalah dengan pasangan minimal (Harimurti Kridalaksana, 2008: 62).
Pasangan minimal adalah dua
buah kata yang memiliki satu bunyi yang berbeda. Misalnya kata tali dan tari.
Dalam kedua kata tersebut terapat dua bunyi berbeda yaitu [l] dan [r]. Dengan
demikian bunyi [l] dan [r] dalam bahasa Indonesia adalah fonem.
Misalnya [a], [i], [e], dsb.
Jenis yang kedua adalah kontoid yaitu bunyi yang dihasilkan dengan arus udara
yang mengalami rintangan atau hambatan. Misalnya [p], [r], [t], dsb .
Fonem merupakan satuan bahasa terkecil yang bersifat
abstrak dan mampu menunjukkan kontras makna atau abstraksi dari satu atau
sejumlah fon, entah vokal maupun konsonan (Harimurti Kridalaksana, 2008: 62).
Karena bersifat abstrak, fonem bukanlah satuan bahasa yang tidak nyata, bukan
maujud yang dapat diindera. Dalam kata rokok, misalnya, terdapat empat fon,
tetapi empat fon itu sebenarnya merupakan realisasi tiga fonem, yakni /r/, /o/,
dan /k/. Dalam kata itu pula terdapat bunyi (k) yang sebenarnya merupakan
realisasi fonem /o/. Hanya karena lingkungan berdistribusinya, fonem /o/ itu
direalisasikan menjadi (k).
Memang banyak versi mengenai definisi atau konsep
fonem. Namun, intinya adalah satu kesatuan bunyi terkecil yang dapat membedakan
makna kata. Bagaimana kita tahu sebuah bunyi adalah fonem atau bukan fonem.
Banyak cara dan prosedur telah dikemukakan oleh berbagai pakar. Namun, intinya
adalah kalau kita ingin mengetahui sebuah bunyi adalah fonem atau bukan, kita
harus mencari yang disebut pasangan minimal atau minimal pair, yaitu dua buah
bentuk yang bunyinya mirip dan hanya sedikit berbeda. Umpamanya kita
inginmengetahui bunyi [p] fonem atau bukan, maka kita cari, misalnya pasangan
kata paku dan baku. Kedua kata ini mirip sekali. Masing-masing
terdiri dari empat bunyi. Kata paku terdiri dari bunyi [p], [a], [k],
dan [u]; sedangkan kata baku terdiri dari bunyi [b], [a], [k], dan [u].
jadi, pada pasangan paku dan baku terdapat tiga buah bunyi yang
sama, yaitu bunyi kedua, ketiga dan keempat. Yang berbeda hanya bunyi pertama,
yaitu bunyi [p] pada kata paku dan bunyi [b] pada kata baku.
Dengan demikian, kita sudah dapat membuktikan bahwa
bunyi [p] dalam bahasa Indonesia adalah sebuah fonem. Mengapa? Karena kalau
posisinya diganti oleh bunyi [b], maka maknanya akan berbeda. Sebagai sebuah
fonem, bunyi [p] itu ditulis di antara dua garis miring menjadi /p/.
Apakah bunyi [b] pada pada pasangan kata paku
dan baku itu juga sebuah fonem? Dengan sendirinya, bunyi [b] itu juga
adalah sebuah fonem, karena kalau posisinya diganti oleh bunyi [p] atau bunyi
[I] menjadi laku, maknanya juga akan berbeda.
Untuk membuktikan sebuah bunyi adalah
fonem atau bukan dapat juga digunakan pasangan minimal yang salah satu angotanya “rumpang”. Artinya, jumlah bunyi pada anggota pasangan yang rumpang itu kekurangan satu bunyi dari anggota yang utuh. Misalnya, untuk membuktikan bunyi [h] adalah fonem atu bukan kita dapat mengambil pasangan [tuah] dan [tua]. Bentuk [tuah] memiliki empat buah bunyi, sedangkan bentuk [tua] hanya memiliki tiga buah bunyi. Maka, kalau bunyi [h] itu ditanggalkan, makna kata itu akan berbeda. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bunyi [h] adalah sebuah fonem [h].
fonem atau bukan dapat juga digunakan pasangan minimal yang salah satu angotanya “rumpang”. Artinya, jumlah bunyi pada anggota pasangan yang rumpang itu kekurangan satu bunyi dari anggota yang utuh. Misalnya, untuk membuktikan bunyi [h] adalah fonem atu bukan kita dapat mengambil pasangan [tuah] dan [tua]. Bentuk [tuah] memiliki empat buah bunyi, sedangkan bentuk [tua] hanya memiliki tiga buah bunyi. Maka, kalau bunyi [h] itu ditanggalkan, makna kata itu akan berbeda. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bunyi [h] adalah sebuah fonem [h].
Susunan Fonem Jumlah Fonem Susunan Huruf Jumlah Huruf
Kata yang terbentuk
/adik/ 4 adik 4 adik
/inat/ 4 ingat 5 ingat
/nani/ 4 nyanyi 6 nyanyi
/pantay/ 6 pantai 6 pantai
32 Fonem resmi bahasa Indonesia :
a.
6 buah fonem vokal : /a/, /i/, /u/, /e/,/o/, /?/.
b.
buah fonem diftong : /oy/, /ay/, dan /ou/.
c.
23 buah fonem konsonan : /p/, /b/, /m/, /t/, /d/, /n/,
/c/, /j/, /n/, /k/, /g/, /n/, /y/, /r/, /l/, /w/, /s/, /s/, /t/, /f/, /h/, /x/,
dan /?/.
Selanjutnya, fonem-fonem ini akan membentuk satuan,
yaitu saku kata. Suku kata dapat diidentifikasi dengan jalan mengidentifikasi
vokalnya karena fonem vokal merupakan puncak sonoritas (kenyaringan).
Bentuk Fonem
Struktur Suku Kata
a.
KVKKK Korps;
b.
KKVKK Pleks , pada kata kompleks;
c.
KKKVK Struk, pada kata struktur;
d.
KKKV Stra, pada kata strategi;
e.
KVKK Teks, pada kata tekstil;
f.
KKVK Spon, p`da kata spontan;
g.
KKV Gra, pada kata granat;
h.
KV Ku, Di, Ti, dll;
i.
VK il, in pada kata ilmu-indah;
j.
V I, a, o, u, e;
3.
Silabel
Silabel atau suku kata itu adalah satuan ritmis
terkecil dalam suatu arus ujaran atau runtutan bunyi ujaran. Satu silabel
biasanya meliputi satu vokal, atau satu vokal dan satu konsonan atau lebih.
Silabel sebagai satuan ritmis mempunyai puncak kenyaringan atau sonoritas yang
bisanya jatuh pada sebuah vokal. Kenyaringan atau sonoritas, ynag menjadi
puncak silabel, terjadi karena adanya ruang resonansi berupa rongga mulut,
rongga hidung, atau rongga-rongga lain, didalam kepala dan dada (Abdul Chaer,
2014: 123).
Dalam kamus linguistik,
silabel atau suku kata dapat dilihat dari tiga sudut pandang yaitu sudut
fisiologi, artikulasi, dan fonologi. Dari sudut fisiologi, suku kata adalah
ujaran yang terjadi dalam satu denyut yakni pada satu penegasan otot pada waktu
penghembusan udara dari paru-paru. Dari sudut artikulasi, silabel adalah
regangan ujaran yang terjadi dari satu puncak kenyaringan di antara dua unsur
yang tak berkenyaringan.
Dari sudut fonologi silabel
adalah struktur yang terjadi dari satu fonem atau urutan fonem bersama dengan
ciri lain seperti kepanjangan atau tekanan (Harimurti
Kridalaksana, 2008: 221). Contoh silabel:
Kata kaki berasal dari suku
kata ka- dan -ki.
Kata tangan berasal dari suku
kata ta- dan -ngan.
Kata makan berasal dari suku kata ma- dan –kan tetapi.
Kata makanan berasal dari suku kata ma- ka- dan –nan.
4.
Grafem (grapheme)
Grafem adalah satuan terkecil yang distingtif dalam
suatu sistem aksara (Harimurti kridalaksana, 2008: 73). Lambang huruf, grafem merujuk
ke huruf atau gabungan huruf sebagai atuan pelambang fonem di dalam satu ejaan. Contoh : kata tanggal terdiri dari tujuh huruf, yaitu t-a-n-g-g-a-l, tetapi
grafemnya hanya enam, yaitu <t>, <a>, <ng>, <g>,
<a>, <l>.
Mengingat grafem itu adalah
pelambangan dari fonem maka unsur-unsur segmental dan suprasegmental fonem itu
pun akan terlihat dalam grafem. Unsur-unsur itu secara keseluruhan adalah
vokal, konsonan, nada, dan jeda. Maka grafemnya akan sesuai penulisannya
seperti bunyi yang dihasilkan oleh fonem. Contoh fonem vokal /a/ maka grafemnya
adalah <a> (Abdul Chaer, 2014: 137).
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Berdasarkan pembahasan di
atas kami dapat menyimpulkan pengertian fonemik yaitu Fonemik
adalah kajian atau analisa bunyi bahasa dengan memperhatikan status-Nya sebagai
pembeda makna. Bunyi bahasa yang diucapkan oleh manusia akan memiliki pembeda
makna pada setiap bunyi bahasa-Nya.
Selain itu kita juga dapat menyimpulkan struktur
satuan bahasa mulai dari Fon, Fonem, Silabel, dan Grafem. Yang masing-masing mempunyai
arti dan penjelasan yang berbeda-beda
satu sama lain.
B.
Saran
Bahasa yang baik adalah bahasa yang dapat digunakan sesuai kaidah
kebahasaan. Maka dari itu kita harus mematuhi kaidah bahasa dengan baik supaya
kita dapat menggunakan bahasa yang baik dengan benar.
Daftar Pustaka
Chaer Abdul. 2014. Linguistik
Umum (edisi 4). Jakarta : Rineka Cipta.
Chaer Abdul.
2013. Fonologi Bahasa Indonesia.
Jakarta: Rineka Cipta
Chaer Abdul. 2014.
Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Kridalaksana Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta:
Gramedia
Pustaka Utama
Kridalaksana Harimurti, 2008. Kamus Linguistik (Edisi 4). Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar