Jumat, 07 Desember 2018

Naskah Film Pendek durasi 10 menit | Cerita Fiktif | Senyum Terakhirmu


SENYUM TERAKHIRMU

Sudah lama senyum itu terenggut dari bibirnya—Semenjak kejadian nahas itu. Hari-hari yang terlewati sama saja yang dirasakan oleh perempuan berambut sebahu itu, tidak ada yang berubah setelah kejadian 2 tahun silam. Sudah sekian kali tempat ini selalu menjadi tempat yang selalu membuatnya ingin kembali sebelum kajadian itu benar-benar merubah semuanya. Ayunan yang tergantung di pohon yang rindang ia duduk disana digenggamnya kuat tali yang menggantung itu perasaannya masih sama—ia hanya mampu merasakan—Tak bisa ia lihat hanya gelap emosinya tak terkontrol perlahan air bening jatuh dari kelopak matanya. Ia terisak hingga seseorang datang dan menyentuh pundaknya.
“Jangan ditahan keluarkan apa yang membuatmu terbeban, sudah dua tahun kamu hanya bersikap tenang, hanya waktu sehari setelah kejadian itu kamu menangis.”Ucapnya menenangkan tetapi tangannya masih setia dipundak gadis itu.
“Aku tau kamu Rapuh,Ta.”
Gadis itu bernama Jelita hidupnya berubah setelah kecelakan—Tabrakan yang dialaminya membuat penglihatanya tidak berfungsi lagi bahkan ia divonis oleh dokter tidak dapat melihat kembali, Tetapi dokter juga mengatakan masih ada sedikit kemungkinan jika didapatkan pendonor yang tepat walau itu kemungkinannya kecil .
“Aku nggak apa-apa.” Suara Jelita lirih.
“Kamu nggak perlu menutupi itu, Jelita.”Sanggahnya, “Menangis bukan membuatmu lemah setidaknya kamu mengobati rasa tertekanmu.” Tambahnya, kemudian cowok itu berjalan kedepan Jelita berhadapan dengannya dan ia berlutut. Tangannya bergerak menyentuh pipi jelita yang sudah dari tadi dialiri air mata—perlahan menghapusnya sentuhan itu membuat Jelita tersentak kaget.
“Bukannya kamu memintaku menangis?”
“Iya, tapi tangisanmu saja kamu ragu untuk mengeluarkannya bagaimana bisa kamu menghapus beban itu?” Cowok itu menatap iba.
“Apa kamu tidak mau belajar untuk tersenyum semenjak kejadian itu kamu tak pernah tersenyum kembali kamu hanya bersikap tenang.” Tambahnya lagi.
“Kenapa kamu masih setia menemaniku Vid?”
“Karena aku mengikuti kata hatiku.” Ucap cowok yang bernama David sembari menggenggam tangan Jelita.
“Stop, Vid jangan karena kamu kasihan.” Jelita melepas genggaman David.
“Aku tulus.”
“Aku capek, ayo pulang!” Jelita mencoba berdiri dari ayunan dengan sigap David membantunya.
“Kapan kamu sadar aku benar-benar menyukaimu.” Batin David
Mereka pun akhirnya sampai dirumah Jelita, suasana yang begitu sepi karena kedua orang tuanya bercerai dan Jelita ikut dengan Ayahnya yang begitu sibuk hingga kadang jarang berada di rumah sedangkan Ibunya ia sudah menikah kembali meski begitu ia juga tidak pernah telat untuk memberikan perhatian kepada Jelita walau hanya lewat telepon tapi bukan itu yang dibutuhkan Jelita kehadiran ibunya setiap saat disisinya yang begitu ia inginkan.
“Non, udah pulang?” Ucap Bi Yuyun, pembantu rumah tangga yang sudah bertahun-tahun bekerja di rumah Jelita.
“Iya Bu.”
“Jangan menolak saya panggil ibu sudah lama saya tidak pernah mengucapkan kata itu.” Pinta Jelita.
“Enggak kok non, terserah non saja.” Ucap Bi Yuyun membantu Jelita duduk di sofa diikuti David.
“Duduk, den.” Yang kemudian dibalas senyum oleh David lalu duduk di sofa pas didepan Jelita.
“Bu bisa duduk didekat Jelita?” Tanpa waktu lama Bi Yuyun langsung duduk kemudian merangkul Jelita seolah menggantikan peran Ibu Jelita.
“Non dari mana saja jalan-jalannya dengan den David?”
“Di taman dekat rumah.”
“Bibi sudah menduga, dari dulu non sangat suka sekali tempat itu.”
“Iya, disana banyak kenangannya.”
“Yang sabar yah, non.” Bi Yuyun tidak dapat menahan air matanya.
“Seandainya aku nggak pernah ngalamin ini semua, Seandainya waktu itu mobil taksi yang aku tumpangi tidak tabrakan mungkin kedua orang tuaku masih bersama sampai sekarang.”
“Hussstt... kamu jangan selalu menyalahkan diri sendiri.” David angkat bicara.
“Tapi memang begitu keadaannya, mereka malu punya anak buta.” Ucap Jelita dengan ekspresi tenang seperti dia sudah terbiasa dengan kata itu.
“Buktinya ibuku menikah lagi dan ayahku lebih cinta dengan pekerjaannya.”
“Non, jangan beranggapan seperti itu ayah dan ibu non bercerai karena hubungan mereka memang sudah tidak bisa di pertahankan, ayah non juga sibuk kerja untuk biaya non.”
“Tapi setidaknya mereka ingat aku, aku butuh mereka bukan lewat telepon tapi mereka disampingku sebentar saja mendengar keluhku.”
Ucapan Jelita seketika membuat suasana hening David tak tau harus berkata apa lagi. Memang benar apa yang dikatakan Jelita, ia sangat butuh penguat yang diharapkan dari kedua orang tuanya.
“Bawa aku kekamar, Bi!”
Bi Yuyun dengan hati-hati menuntun Jelita menuju kamarnya, membaringkannya dikasur, menyalimutinya. Bi Yuyun memberikan kehangatan seorang Ibu karena ia begitu menyayangi anak majikannya itu dari dulu dia telah menganggap jelita seperti anaknya sendiri.
Hari dimana Jelita pun jatuh sakit karena beban yang ia rasakan sudah sangat berat untuk ditanggungnya hingga daya tahan tubuhnya menurun. Bi yuyun berniat membawa jelita kerumah sakit. Sebelum itu dia menelpon David terlebih dahulu.
“Hallo, den bisa kesini?”
“.................”
“Non Jelita sakit.”
“.................”
“Baik den.”
Tak lama David pun datang dengan segera ia menggendong Jelita menuju mobilnya diikuti dengan Bi Yuyun. Tak butuh waktu lama mereka akhirnya sampai di Rumah Sakit. Segera Jelita ditangani oleh Dokter yang selalu menanganinya. Tak lama dokter itupun keluar dari kamar rumah sakit tempat Jelita sekarang terbaring.
“Bagaimana, dok?” Ucap David begitu Khawatir
“Mana keluarganya Jelita?”
“Saya keluarganya dok kenapa dengan Jelita?”
“Saya ingin bicara dengan ibu dan ayahnya.”
“Ayahnya ada urusan diluar kota dok, ibunya belum diberi kabar.”
“Tolong hubungi kedua orang tuanya secepatnya karena jelita sangat kritis.”
David termenung dengan perasaan yang syok segera ia menghubungi ibu Jelita dan kemudianya Ayahnya. Tak lama ibunya tiba dirumah sakit sedangkan ayahnya baru diperjalanan dan mungkin dipastikan besok baru ia tiba dari luar kota. Ibu Jelita masuk kemar rawat Jelita ia langsung menangis dari tadi ia menahan air matanya namun melihat kondisi anaknya dari suami pertamannya itu ia merasakan sakit.
“Bangun sayang, Ibu udah datang.” Ucapnya saat sudah berada disamping kasur jelita sembari ia mengusap puncuk kepala anaknya itu. Tidak ada jawaban dari Jelita matanya masih setia terpejam.
“Ayo nak bangun, maafin ibu, hiks... hiks....” Ucapnya terisak
“Sabar tan.” Ucap David yang baru saja masuk dikamar rawat.
“Jelita udah lama pengen banget ibunya berada disampingnya seperti sekarang bahkan lengkap dengan ayahnya.” Ucapan David membuat Ibu Jelita merasa sangat bersalah kepada putrinya.
“Bahkan ia sering ke taman dimana tante dan om dulu sering kesana saat Jelita masih anak-anak hingga remaja, ia begitu berharap orang tuanya bisa utuh kembali.” Jelas David ia tidak melihat rawut wajah ibu Jelita yang sudah dibanjiri air mata, David hanya fokus menatap seseorang yang telah lama mengisi hatinya itu.
“Yang lebih tante tidak pernah tau, Jelita menyalahkan dirinya yang buta bahwa karenanya tante dan om bercerai, dia menganggap kalian berdua malu memiliki anak seperti Jelita hingga kalian memutuskan untuk berpisah.” Kali ini David mengucapkan itu dengan melihat kearah Ibu Jelita.
“Hiks...hiks.. jadi selama ini aku sendiri yang menyiksa anakku dengan permasalahan yang tidak pernah ada sangkut pautnya dengan Jelita.” Ucapnya kemudian ia memeluk anaknya itu dengan mata jelita yang masih saja terpejam.
Besoknya kesehatan Jelita malah tambah parah, Jantungnya sudah begitu lemah mungkin karena makannya serta tidurnya yang tidak teratur serta beban yang selalu mengganggunya. Hingga ia tak mementingkan lagi kesehatannya. Ayah Jelita pun sudah tiba ia segera menemui dokter yang menangani anaknya.
“Dok, apa yang sebenarnya terjadi pada anak saya?” Tanya ayah Jelita saat dia sudah berada di ruangan Dokter yang merawat anaknya itu.
“Begini pak anak bapak sangat tertekan hingga mengganggu kesehatannya, makan dan pola tidurnya tidak terjaga hingga membuat daya tahan tubuhnya lemah, dan dari semalam sampai sekarang ia masih kritis” Ucap dokter menautkan kedua tanganya diatas meja.
Ucapan dokter langsung membuat ayah Jelita ingin segara menemui anaknya. Ia pun sudah berada di ruangan Jelita sekarang. Segera ia memeluk anak semata wayangnya itu dan membuat mantan istrinya yang masih terlelap disofa langsung terbangun.
“Jelita ayo bangun, nak.” Ucapnya menghentikan pelukannya kemudian memegang kedua pipi anaknya itu.
“Mas sudah datang?”
“Ngapain lagi kamu disini sudah puas melihat anakmu terbaring lemah seperti ini.” Tegas Ayah Jelita.
“Mas aku nggak pernah ingin semua ini terjadi.” Sanggahnya, “Kita nggak bole sama-sama egois.” Jelasnya.
“Yang egois itu kamu, selingkuh dengan lelaki lain.” Ucapnya tidak dapat menahan emosi.
“Kamu juga egois mas kamu lebih pilih pekerjaan dari pada keluargamu sendiri.”
“Om, Tante kalian masih bersikap seperti ini kalian tidak kasihan melihat kondisi Jelita sekarang?” Ucap David yang baru saja datang.
Ibu dan Ayah Jelita pun terdiam mendengar perkataan David. David yang baru datang dengan membawa sebuket bunga mawar putih perlahan berjalan mendekati Jelita yang terbaring lemah ditatapnya wanita itu penuh cinta kemudian ia simpan bunga itu disamping Jelita.
“Yang jelita harapkan kalian datang memberikan dukungan untuk kesembuhannya bukan memperdebatkan masalah perpisahan.” Ucap David begitu kecewa.
David ingin melanjutkan perkataanya namun terhenti saat suara yang sudah dua hari tidak ia dengar memanggil namanya.
“Daa..vid.” Ucap Jelita dengan suara serak dan lemah tapi masih jelas terdengar.
“Jelita.” Ucap Ibu Jelita langsung memeluk anaknya.
“Maafkan ibu sayang, ibu sudah sangat egois dan mengorbankan perasaan kamu, ibu bercerai sama ayah bukan salah kamu sayang ibu cuman tidak betah dengan ayah yang lebih sibuk kerja sampai lupa ia punya anak dan istri, tapi jujur ibu juga salah karena ibu selingkuh.” Pengakuan ibunya itu membuat Jelita kaget. Ternyata selama ini ibunya selingkuh tanpa ia sadari.
“Maafkan ayah ini semua salah ayah yang terlalu sibuk tapi itu juga untuk kamu sayang.”
“Kalian baru sadar kemana aja, kalian tau aku buta tapi sebenarnya kalian yang menutup mata seolah tidak melihat kalian punya anak. Beberapa hari, minggu, bulan bahkan tahun aku menunggu kalian melihat keadaanku tapi mungkin aku sangat egois mengharapkan sesuatu yang tak mungkin, hiks....hiks.” Ucap Jelita dengan terisak.
“Maaf.” Ucap Ibu dan Ayah Jelita.
“Terima kasih untuk semuanya kasih sayang kalian sejak aku kecil sampai kebencian kalian yang malu karena aku buta.”
“Jangan bilang begitu nak kami tidak pernah membencimu ini semua karena keegoisan kamiyang menjadikannya seperti ini.” Jelas Ayah Jelita.
Dada Jelita pun tiba-tiba sesak ia bergetar hebat yang membuat Ibu dan Ayahnya beserta David cemas.
“Makasih vid, selama ini lo betah disamping aku meski aku buta.” Ucapnya dengan suara yang semakin lemah.
“Hussttt aku ikhlas.” Ucap David mengelus kepala Jelita.
“Kamu harus kuat, aku panggil dokter yah?” Ucap David ingin beranjak namun tiba-tiba saja Jelita menggenggam tangan kanannya.
“Ng..gak uusahh, akku udah capeekk.”
“Pliss jangan bilang gitu.” David membalas genggaman Jelita.
“Ibu, ayah tolong kaalian salingg memaafkann.” Pinta Jelita.
“Ayah sudah memaafkan ibu mu nak.” Ucapnya lalu ia memeluk Ibu Jelita.
“Maafkan aku mas.” Ucap Ibu Jelita membalas pelukan.
 Keduanya pun berhenti berpelukan lalu Ibu jelita berbalik mencium kening anaknya itu. Sedangkan Ayah Jelita menggenggam tangan Jelita sebelah kiri karena David juga menggenggam tangan Jelita yang sebelah kanan.
“Maakasihh unntuk kalian yaang uudah saayang samaa Jelita, teerlebbih kamu David.”
Jelita tersenyum begitu bahagia terlukis pada raut wajahnya yang sudah pucat pasif dan tak lama senyum itu memudar seiring kepergiannya. Semuanya histeris karena Jelita sudah meninggalkan mereka untuk selamanya.
Selesai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar