KURINDUKAN PELUKMU DIUJUNG SENJA
Mila
Amalya Munir (23 November 2017)
Aku
selalu berfikir kenapa hidup ini tak selalu berjalan seperti apa yang kita
inginkan, bukankah hidup adalah sebuah pilihan, namun hidup yang aku jalani serasa kurang dari apa
yang ku bayangkan. Walau aku memilih ingin begini dan begitu, namun ada pilihan
yang tidak bisa aku wujudkan dalam kehidupanku.
Menurut
ku pilihan yang aku inginkan itu bukanlah menyalahi kodrat ku dari sang
pencipta namun, bagi setiap orang yang mendengar mungkin ia menganggap ku naif
tapi seandainya aku diberikan satu permintaan didunia ini aku ingin sekali itu
menjadi nyata bahkan jika aku harus terlahir kembali.
***
Matahari
yang begitu indah dipagi yang nampak cerah dari sudut kamar yang tak begitu
luas terlihat sepasang mata yang hangat memandang jalanan yang mulai terlihat ramai
dari sudut jendela. Entah apa yang terlintas dibenaknya, yang dia tau sekarang
dia harus berangkat kesekolah. Tak lama terdengar ketukan pintu dari luar
kamarnya, “Tok....tok....tokkk.”
“Iyaa
masuk.” Teriaknya mempersilahkan.
Pintu
kamar pun sedikit demi sedikit terbuka hingga nampak sosok wanita yang tepat
dipanggil ibu, ia berdiri tepat selangkah didepan pintu.
“Kamu kenapa diam saja, kamu nanti
terlambat kesekolah.”
“Iyaaa bu, ini juga baru selesai pakai
baju.” Ucapnya berdiri lalu melangkah keluar dari kamar namun terhenti tepat
disebelah ibunya.
“Kamu kenapa, apa kamu sakit?” ucapnya saat gadis itu tepat
disampingnya.
“Tidak bu, aku baik-baik saja aku berangkat.”
Ucapnya sembari menyalim tangan ibunya kemudian berlalu pergi.
“Anak itu setiap pagi selalu saja
seperti itu, Amelia kamu selalu membuat ku khawatir.” Batinya sembari melihat
punggung anaknya hingga tak terlihat lagi.
Gadis jelita yang bernama, Amelia cahya
putri yang kerap disapa Amelia setiap paginya memang selalu melamun didepan
jendela. Amelia Tak pernah mengungkapkan apa yang ada dibenaknya.
***
Hari-hari
berikutnya berlalu seiring bergantinya waktu Amelia tetap sama gadis murung
yang tak pernah tau menyampaikan apa yang mengganjal dihatinya. Selama ini
lewat buku Diary-nya ia hanya mampu
melukis perasaan lewat pena menggaris kata demi kata dan membentuk sebuah makna
tepat pada senja hari yang tenang ia menuangkan isi hatinya disebuah buku
berwarna coklat tua dimeja belajarnya. Tepat hari itu iya menulis ungkapan
perasaannya didalam sebuah Diary coklatnya.
Heii... Diary apa kamu
masih ingat keinginan yang ku utarakan padamu, kapan aku bisa merasakan saat
itu? saat
dimana aku memiliki tempat untuk curhat
layaknya kawan dekat bahkan orang yang siap menjaga ku, menyayangiku, ada saat
aku perlu dialah kakak yang selama ini aku tunggu. Aku sadar itu takkan mungkin
ku miliki sebab aku terlahir sebagai anak tunggal aku ingin sekali memiliki
kakak untuk tempat ku bercerita tentang begitu kejam hidup ini aku tak ingin
menyalahi takdir ilahi namun itulah harapan ku sejak lama. Aku selalu iri pada
teman ku yang memiliki seorang kakak. Aku selalu iri Diary saat mereka punya
kakak yang selalu siap mengantar mereka kesekolah setiap pagi, sedangkan aku.
Ibu ku orang tua tunggal yang ku miliki sekarang namun ia sibuk dengan bisnisnya
semenjak Ayah tiada. Diary aku hanya minta sampaikanlah pada tuhan apakah iya
bisa mengirimkan kakak untukku walau aku harus terlahir kembali. Apa salah aku
ingin merasakan apa yang mereka rasakan? sebab aku hanya berteman dengan
kesepian serta kesunyian.
12
Maret 2011
Aku
ingin kakak ku datang
Dalam harapan yang terpendam!!!
Senja
pun menutup sore itu, sore yang begitu damai Amelia hanya menghabiskan waktunya
dikamar belajar dan belajar seperti kemauan ibunya yang juga membuat Amelia
tertekan, disertai kurangnya kasih sayang dari ibunya karena kesibukan yang ia
punya, walau ibunya terkadang bertanya apakah ia baik-baik saja, namun bukan
itu yang Amelia mau. Pertanyaan apakah keadaanya baik-baik saja bukan itu tapi
Amelia hanya membutuhkan sedikit waktu luang untuk bersama. Hingga Amelia pun
terlelap dalam tidurnya dimeja belajar. Tiba-tiba langkah kaki mendekat pada
tubuhnya yang begitu tenang yang tidur dengan nyaman dimeja belajar.
“Maafkan ibu karena bisnis keluarga ibu jarang
meluangkan waktu untukmu.” Sembari mengusap kepala Amelia.
“Ibu ingin bisa selalu bersamamu tapi
keadaan yang membuat ibu harus begini, ibu harap kamu bisa mengerti ibu
melakukan ini semata-mata untuk kebahagiaanmu.” Air matanya pun mulai mengalir
membanjiri pipinnya yang sudah sedikit keriput.
“Sebentar
lagi umurmu akan menginjak 17 tahun kamu akan menjadi anak yang lebih dewasa
lagi dan ibu harap kamu mengerti keadaan ibu yang sekarang.” Tambahnya lalu
pergi karena ia sudah tak bisa membendung rasa bersalahnya.
Amelia
pun terbangun ia merasa rambutnya sedikit basah, ia juga merasa seperti ibunya
datang menemuinya.
“Apa aku hanya bermimpi.”
“Entah tapi kenapa kepalaku serasa ada
air yang membasahi.” Tambahnya
“Sudahlah Amelia mungkin hanya
perasaanmu saja, mending sekarang aku tidur.” Ia kemudian berjalan ke kasurnya
dan berbaring hingga matanya terpejam.
***
Esoknya
Amelia berangkat kesekolah dengan berjalan kaki walau ibunya selalu meminta ia
kesekolah diantar supir namun ia selalu lebih memilih untuk berjalan kaki terbiasa
juga dengan naik angkot ia beranggapan dengan begitu ia berjumpa dengan banyak
orang dan sedikit melupakan masalahnya menurutnya sederhana lebih menyenangkan,
dari situlah ia bisa melihat kebersamaan keakraban orang-orang disekitarnya dan
itulah yang tidak ia punya. Ditengah perjalanan ia menyebrang ke jalan raya ia
melihat tampak seorang anak kecil yang tengah menangis duduk di depan toko.
Namun saat ia menyebrang tiba-tiba ada mobil dari sebelah kiri begitu cepat
melaju ke arahnya.
“Aaahhh….” Pekiknya
Tapi
seorang lelaki bertubuh ramping tegak dan lebih tinggi darinya datang
mendorongnya dan membuat ia tersungkur. “Brruuukk...” laki-laki itu terjatuh,
laki-laki itupun kemudian dilarikan kerumah sakit sedangkan Amelia ia terlebih
dahulu kearah anak yang tadinya
ia lihat sedang menangis.
“Adekk kenapa nangis?” Tanyaku.
“Aa..ku mencari kakak ku ia pergi
membelikan ku es cream.” Ucapnya menangis tersedu-sedu dan terus menunduk
dengan memeluk kedua lututnya.
“Kamu jangan nangis kakak kamu pasti
balik lagi kesini.”
“Tidak aku sudah lama menunggunya, ini
salah ku kak tadi kakak ku memintakku untuk menunggunya disini tapi aku malah
mengejar tukang penjual balon.” Jelasnya panjang lebar
“Nama kamu siapa?” Ucapnya tersenyum.
“Aku Aska kak.” Anak itu pun berhenti
menunduk dan membalas senyum Amelia walau raut wajahnya masih terlihat sedih.
“Kamu mau nggak ikut dengan kakak, kakak
janji bantu kamu cari kakak kamu tapi kita kerumah sakit sebentar yah.”
Bujuknya.
“Kita ngapain kesana kak?”
“Tadi saat kakak mau kesini kakak hampir
tertabrak dan ada orang yang nolongin kakak jadi kakak harus melihat kondisinya
terlebih dahulu.”
“kakak
juga tidak tega ninggalin kamu disini sendiri.” Tambahnya.
Anak
itu pun berdiri dan ikut dengan Amelia kerumah sakit. Sesampainya dirumah sakit
Amelia langsung keruang Administrasi
untuk membayar semua biaya rumah sakit laki-laki yang sudah menolongnya tadi.
Kemudian Amelia membesuk laki-laki tersebut diruang UGD diruangan itu ia tampak melihat
laki-laki itu bangun dari kasur tempatnya diperiksa.
“heiii... kenapa kamu bangun.” Ucap
Amelia saat ia sudah didekat laki-laki itu.
“Udah enggak apa-apa
kok santai aja kalie.”
“kamu tuh baru aja ditabrak bisanya udah
mau pulang.” Ucapnya dengan muka khawatir.
“Hahaha.... luka gini aja dokter bilang
ini cuman luka ringan.”
“Luka ringan haa.. asal kamu tau kalau
ada apa-apa sama kamu ini salah ku.” Ucapnya tiba-tiba air yang begitu jernih
mengalir dipipinya.
“Aku minta maaf tapi serius aku enggak
apa-apa, lagian kamu tadi nyebrang kenapa enggak liat-liat dulu.”
“Ini memang salah ku aku juga minta maaf.”
Ucapnya menghapus air matanya.
“Emang cewek gini yah pintar nyembunyiin
sesuatu bahkan jika dia juga terluka dia lebih mikirin orang lain.”
“Maksud kamu.”
“Kamu enggak sadar lutut kamu juga
terluka.”
“Dasar cewek sok kuat udah gih urusin
tuh luka aku mau pulang enggak usah khawatirin orang kalau kamu aja enggak
khawatir dengan dirimu sendiri.” Ucapnya lalu melangkah keluar dari ruangan.
“Dasar
cowok aneh diperhatiin ngomel-ngomel.” Ucapnya membatin kemudian ia juga keluar
dari ruangan itu.
Amelia
kaget saat ia keluar ia tak melihat Aska yang tadi ia tinggal sebentar dikursi
depan ruang UGD.
Amelia pun berlari keluar rumah sakit ia nampak kaget sesampainya diluar ia
melihat Aska berjalan bersama laki-laki itu.
“Askaa.”
“Kakak.” Ucapnya menengok dan tersenyum.
“Kamu mau bawa anak ini kemana apa
jangan-jangan kamu.” Ucapnya menghampiri.
“Dasar kamu memang cewek yang paling
Aneh udah sok kuat sekarang sok tau.”
“Bukannya sok tau kan jaga-jaga, lagian
kamu mau bawa dia kemana?.”
“Bawa pulanglah, masa aku tinggalin adik
aku di rumah sakit.”
“Adikk.. Aska adik kamu?”
“Iyaa-lah masih enggak percaya.”
“Jadi kamu yang buat dia nunggu kamu
sampe nangis.”
“Asal kamu tau dia takut kamu enggak
balik-balik.” Tambahnya
“Kamu ngapain marah-marah sama aku, aku
juga nyariin aska kemana-mana.”
“Tapi kenapa kamu nya lama banget dia
hampir ngira kalau dia udah hilang.”
“Kak aku kan tadi udah bilang ini salah
aku kakak memintaku menunggu tapi aku.” Ucapnya menunduk merasa bersalah.
“Dia juga salah dek kenapa dia memintamu
menunggu sendirian disana kalau ada yang nyulik kamu gimana siapa yang tanggung
jawab”. Ucap Amelia sangat jengkel
“Kamu kalau enggak tau yang sebenarnya
enggak usah ikut campur dan sok tau.” Ucap laki-laki itu juga ikut kesal.
“Tadi dia sendiri yang pengen nunggu
disitu karena dia capek buat jalan aku juga memintanya menunggu sebentar, tapi
saat aku balik dia pergi aku cari-cari enggak nemuin pas aku mau nyebrang aku
lihat kamu ditengah jalan yang hampir ditabrak mobil dan gara-gara itu aku
kerumah sakit terus.” Ucapnya terpotong.
“Udah-udah iya aku minta maaf tapi itu
juga karena aku liat Aska yang duduk didepan toko sambil nangis, jadi bukan
sepenuhnya salah aku.”
“Capek
ngomong sama cewek aneh kaya kamu bisanya nyalahin bukannya terima kasih.”
Ucapnya lalu pergi.
Amelia hanya terdiam ia
lalu pulang kerumahnya dengan naik taxi. Di rumahnya ia masih membayangkan
kejadian tadi sore menimpanya.
***
Hari
yang ditunggu-tunggu pun tiba hari dimana Amelia berganti umur yang kini umurnya
telah genab 17 tahun. Ia tak meminta apa-apa yang hanya ia inginkan ibunya
hadir dipesta Ulang Tahunnya. Pesta Ulang tahunnya dipersiapkan dengan begitu
meriah oleh teman-teman terdekatnya disebuah taman kompleks perumahannya. Taman
itu didekorasi dengan sedemikian rupa perpaduan warna putih dan biru nuansanya
begitu indah serta tertata dengan rapi. Tamu yang diundang pun berdatangan
yakni teman sekolahnya bahkan laki-laki yang beberapa hari yang lalu
menolongnya pun datang.
“Kamu.” Ucap Amelia kaget saat melihat
kedatangan laki-laki itu.
“kenapa?” Ucapnya santai.
“Kalian udah pada kenal?” tanya laki-laki teman satu kelas
Amelia.
“Iya, cewek ini yang buat aku masuk
rumah sakit.” Sindirnya.
“Kemarin kan aku udah minta maaf.”
“Udah kenapa pada berdebat sih.” Ucapnya
sembari memberikan kado pada Amelia
“Selamat Ulang Tahun yah.” Tambahnya
“Iya makasih yah, Raka.” Ucapnya
mengambil kado tersebut dibarengi dengan senyum
“Jadi yang Ulang tahun tikus jelek ini.”
“Whattt tikus?”
“Sorry... sorry Amelia sepupu gue rada
gitu orangnya.”
“Loh jaga sikap dong kan gue enggak enak
sama yang punya acara.” Bisiknya.
“Kalau gue tau loh ngajakin gue kepesta
dia, gue enggak bakalan kesini tau.” Balasnya.
“Udah dari pada loh bosan dirumah, udah
gih kasi tuh kado.” Ucap Raka menyeggol lengan sepupunya.
“Males banget.”
“Radit udah kasi kenapa si luh.” Bentaknya.
“Jadi nama loh Radit Pantes.”
“Apa?” Ucapnya penasaran.
“Radit, Rada Idiot hahaaaa.” Ucapnya dibarengi tawa kemenangan.
“Puass loh ambil ni kado, semoga jadi dewasa
dasar kekanakan.” Ucapnya kesal memberikan. kadonya lalu pergi tidak jauh dari
pesta.
“Apa aku salah ngomong yah.” Ucapnya
membatin
“Bukannya
dia yang kekanakan gitu aja marah, dasar cowo sensi.” Ucapnya ngedumel sendiri
Acara
pun akan segerah dimulai semua tamu undangan mendekat kemeja bundar tempat kue
ulang tahun Amelia berada. Amelia hanya diam ia menengok kiri dan kanan mencari
keberadaan seseorang, namun
sosok itu tak ditemukan. Saat kue sudah ditiup Amelia berlari meninggalkan
acara Ulang tahunnya, ia berlari menuju kursi taman yang tidak jauh dari
pestanya.
“Kenapa sih aku enggak pernah sedetik
pun diperhatikan, kenapa ibu ku lebih mementingkan pekerjaannya dari pada
anaknya sendiri, andai Ayah masih ada pasti aku enggak akan ngerasain kaya gini
atau andai aku punya kakak sebagai teman curhat aku enggak akan pernah
ngerasain sendiri.” Ucapnya begitu sedih.
“Kamu enggak pernah sendiri, kamu punya
orang tua yang menyayangimu.” Ucap sosok yang entah dia siapa.
“Kamu siapa?” ucapnya menengok ke arah sosok itu.
“Aku Yuda kamu kenapa disini
malam-malam?” ucapnya
lalu duduk disamping Amelia.
“Aku enggak apa-apa.” Ucapnya menyapu
air matanya
“Terus kenapa kamu nangis?” sanggahnya “Bahkan
merasa kamu enggak diperhatiin.”
“Sebenarnya hari ini umurku genab 17
tahun tapi ibu ku tidak datang keacara ulang tahunku ia lupa dan sibuk dengan
pekerjaannya sedangkan Ayahku ia sudah menjadi bintang yang bersinar dilangit
sana.” Ucapnya mulai meneteskan air matanya kembali.
“Kamu jangan bersedih umur kamu juga udah
17 tahun itu juga ibu kamu lakuin buat hidup kamu kedepannya seandainya dia
tidak menyayangimu dia tidak akan bekerja lembur dan selarut ini jika bukan
hanya untukmu.” Bujuknya.
“Udah
kamu jangan bersedih, kamu boleh menganggapku sebagai kakak mu kalau kamu sedih
kamu luapkan saja kesedihanmu padaku aku siap menanggungnya.” Ucapnya sembari
menghapus air mata Amelia.
“Kenapa
kamu baik pada ku kita baru bertemu.” Ucapnya tersenyum.
Yuda
tak menghiraukan kata-kata Amelia ia meneruskan bercerita, Yuda bercerita
tentang dirinya. serta bagaimana ia menjalani sebuah hidup.
“Mungkin kamu mengira didunia ini kamu
orang yang paling sendiri kamu lebih salah karena sebenarnya didunia ini ada
yang lebih sedih bahkan sendiri, kamu tidak tau aku didunia ini hanya tinggal
seorang diri dipanti asuhan aku tak tau dimana kedua orang tua ku bahkan aku
tak tau apa kah aku punya saudara atau tidak, yang aku pikir mungkin orang
tuaku sudah meninggal.” Ucapnya mulai bercerita.
“Setiap saat aku berharap bisa punya
seorang adik perempuan yang cantik selalu merengek padaku, membuatku tertawa
dengan tingkah lucunya, tapi semua itu tidak pernah aku rasakan bagiku mungkin
dengan adanya gadis kecil itu masalahku bisa sedikit berkurang.” Tambahnya.
“Aku juga sangat ingin memiliki kakak yang
selalu ada buat ku, bahkan aku selalu iri pada temanku yang memiliki seorang
kakak.” Ucapnya tersenyum
“Kak Yuda mau enggak kalau aku
menganggap mu sebagai kakak ku.” Ucapnya penuh harap.
“Pliss beri aku kesempatan bisa menjadi
adikmu.” Ucapnya memohon.
“Aku janji tidak menyusahkan mu, pliss...
Ayolah kak.” Tambahnya.
“Kamu enggak takut kalau aku orang jahat
yang menyamar dan kamu memintaku menjadi kakak mu permohonan apa itu.” Ledeknya.
“Pliss kak bukannya kakak ingin punya
adik perempuan.” Rengeknya.
“Iya tapi bukan yang cengeng.”
“Aku enggak cengeng serius.” Ucapnya
meyakinkan.
“Tapi tadi nangis.” Ucapnya mengacak
rambut Amelia.
“Enggak anggap aja tadi kelilipan.” Ucap
Amelia cemberut.
“Hahahaa, iya deh kelilipan.”
“kakak kenapa ngeledek sih.” Ucapnya
mencubit lengan Yuda.
“Iyaa.. aduhh aduh sakit,” ucapnya
meringis, “kakak mau ko jadi kakak kamu.”
“Beneran?” ucapnya berdiri dengan antusias dan dibarengi anggukan oleh
Yuda.
“Yehhh Ayah aku punya kakak aku tau Ayah
juga seneng kan disana yeye...yeye... aku juga punya kakak.” Teriaknya.
“Hussttt udah malam jangan berisik atau
aku tarik tadi permintaan itu.”
“Iya dehh aku tuh seneng banget akhirnya
permintaanku dikabulkan.” Ucapnya Kembali duduk.
“Oh iya selamat Ulang Tahun yah doa yang
terbaik untukmu maaf kakak tidak punya kado.” Ucapnya lalu mencubit pipi Amelia.
“Tidak apa, kak Yuda jadi kakak ku saja
sudah jadi kado terindah.”
“Aku jamin kamu akan bahagia selalu dan
aku juga akan selalu mengusap air matamu
disaat sedih.”
“Aku juga jamin karena kakak sudah ada
disampingku aku enggak akan pernah sedih asalkan kakak juga tidak akan pergi.”
“Iya kakak pasti akan selalu disini
disampingmu, menemani serta menjagamu bagaimana kamu sudah puas.”
“Haaahhaa.... Puasss.” Ucap Amelia dan
Yuda bersamaan.
Mereka pun tertawa
bersama serta Amelia tak mampu menyembunyikan perasaan bahagia tatkala apa yang
ia harapkan sudah ada didepan mata.
***
Hari-hari
Amelia pun menjadi lebih berwarna semenjak kedatangan Yuda namun hari yang tak
pernah Amelia nantikan pun tiba ternyata Tuhan berkehendak lain ia harus
menjadi Amelia yang dulu lagi sunyi bersama kesendirian sebab Yuda menghadap
takkdirnya terlebih dahulu ia mengalami kecelakaan ia terjatuh saat melakukan
panjat tebing saat Adventure bersama
kawan-kawannya didaerah puncak. Dihari kematian Yuda Amelia sangat terpukul
bahkan ia mengurung diri dikamar. Hingga seorang teman Yuda menitipkan surat
terakhir yang Yuda berikan untuk Amelia. Amelia pun membaca isi surat terakhir
dari Yuda.
“Bahagia” itulah kata
yang menggambarkan perasaanku sekarang ini, bisa memilikimu bisa menjaga dan
menggengggam tangan mu tapi entah apa yang aku rasakan akhir-akhir ini aku
merasa tidak akan barada dekat lagi disampingmu. Aku merasa seakan aku akan ke
suatu tempat yang jauh mungkin bertemu kedua orang tua ku. Aku begitu bahagia
punya gadis kecil sepertimu adik yang begitu aku sayangi tapi kakak tidak bisa berjanji
untuk selalu bersama serta menjagamu kakak takut ada saatnya kakak akan
membuatmu kecewa. Tapi kamu jangan pernah merasa sendiri sebab kakak tau kakak
akan selalu ada dihati mu. Jika terjadi sesuatu pada ku kamu jangan bersedih
terlalu lama atau aku tidak akan melihatmu lagi. Kita tak pernah tau takdir.
Bahkan kita bertemu karena
takdir jadi jika kita berpisah itu juga karena takdir dan jangan pernah kau
sesali karena pasti ada hikma disetiap pertemuan dan perpisahan ini. Kamu harus
tau kakak sangat sayang padamu bahkan jika seluruh hidup kakak harus kakak
berikan padamu dan hanya itu yang bisa membuatmu bahagia akan kakak berikan.
Itu karena kakak begitu sayang padamu walau hubungan kita masih singkat tapi
kakak yakin hubungan ini tidak akan berubah dan putus walau kita terpisah.
10 Oktober 2012
Yuda Prayoga
(Untuk
Gadis kecil ku, aku menyayangimu)
Air
mata Amelia tidak dapat dibendung lagi ia meluapkan semua perasaannya. Pada
senja yang tak lagi sama. Amelia memutuskan ke taman dimana ia pertama kali
bertemu dengan Yuda disana ia mulai mengenang apa yang pernah terjadi 1 tahun
silam.
“Ditempat ini kita bertemu serta pertama
kali kau menghapus air mataku waktu cepat sekali berlalu hingga Tuhan menjauhkanmu
dari ku.” Air matanya pun mulai mengalir.
“Seperti kata mu aku tak menyesali
pertemuan itu bahkan aku sangat bersyukur bisa merasakan pernah digenggam oleh
tangan penyayang sepertimu, kakak aku rindu kakak sekarang kamu sudah tak
seperti dulu dan tak menepati janji mu lagi.”
“Kau akan selalu membuatku bahagia
menghapus air mataku jika sedih sekarang dimana dirimu berada.” Ucapnya terisak.
“Ini ambil hapus air matamu.” Ucap Radit
memberi sapu tangan.
“Kamu kenapa disini?” ucapnya lalu
mengambil sapu tangan dari tangan Radit.
“Enggak penting, yang penting kenapa
kamu duduk sendiri disini?” ucapnnya heran.
“Sebentar lagi akan gelap.” Tambahnya.
“Kamu enggak tau sore seperti inilah
yang aku rindukan dimana senja
tiba, aku kangen dengan seseorang yang memelukku pada senja seperti ini namun
baru sebentar ia menjadi kakak ku tapi Tuhan lebih menyayanginya.”
“Tapi sekarang aku benci senja dia tak
lagi sama.”
“Senja itu indah yang membuatmu tak
menyukainya karena kenangan yang ia bawa, mestinya kamu bersyukur masih bisa
mengenangnya saat senja.” Ucapnya lalu memandang langit sore yang nampak
kemerahan sore itu.
“Kamu benar senja memang indah tapi ia
cepat sirnah dan tergantikan oleh gelap seperti kak Yuda yang hanya datang
seperti mimpi lalu pergi.”
“Tapi kamu salah bukannya senja yang
mengantarkan kita untuk melihat Bintang dia rela sirna dan digantikan oleh
Bintang seperti halnya Yuda dia juga sudah menjadi bintang disana.” Ucapnya
menunjuk langit.
“Senja
sampaikan kepadanya aku merindukan peluknya.” Batin Amelia.
Amelia
memulai kehidupannya yang baru iya mulai belajar untuk ikhlas bahwasanya apa
yang ada didunia ini memang takkan ada yang abadi. Serta memang ada saat dimana
kita harus ditakdirkan seorang diri. Amelia sangat bersyukur setidaknya ia
pernah merasakan sosok seorang kakak walau itu tak bertahan lama. Tapi yang
perlu ia sadari bahwa hidup yang ia miliki mungkin lebih baik dari seseorang
yang ada diluar sana serta dengan kehadiran Yuda adalah suatu hal yang bisa
membuatnya sadar bahwa ada yang lebih sedih bahkan sendiri dari dirinya
sendiri.
*Selesai*
Biodata:
Mila Amalya Munir yang
kerap disapa Mila lahir didesa yang terletak di Kab. Soppeng, Sulawesi selatan
yakni Lewa-lewa 02 Agustus 1998. Ia lahir dari rahim seorang Ibu yang cantik
bernama Jamila serta memiliki seorang Ayah yang hebat bernama Munir, Mila
merupakan Anak pertama dari 3 bersaudara yakni Nirwana dan Rahmat Yusri. Ia
merupakan gadis penyuka Hujan serta warna Biru dan Hijau. Mila tengah menempu
pendidikan-nya sekarang di Universitas Muhammadiyah Makassar dengan mengambil
jurusan Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia. Hobby-nya gemar membaca baik Cerpen
maupun Novel ia juga suka dengan Puisi. Akun media sosialnya Facebook: Mila, Instagram: @mylha28. Terima Kasih.