Rabu, 10 Juni 2020

Laporan AIK 1-7 (Resume AIK 8)





RESUME AIK I-VII









Disusun oleh :
Mila Amalya Munir
105331114216
PBSI D



PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
JUNI, 2020




AL ISLAM KEMUHAMMADIYAAN
SEMESTER I

A.    Pengertian Al-Qur’an dan Tata Cara Al-Qur’an di turunkan
Secara etimologi, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab qara’a, yang berarti bacaan. Adapun defenisi Al-Qur’an ialah kalam Allah yang merupakan mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Melalui perantara Malaikat Jibril, dituliskan di dalam mushaf, dan diriwayatkan secara mutawatir (berkesinambungan), yang dinilai ibadah karena membacanya. Diawali dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas.
Dengan defenisi ini, kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi- Nabi selain Nabi Muhammad SAW. Tidak dinamakan Al-Qur’an. Seperti Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa A.S, Taurat kepada Nabi Musa A.S, serta Zabur kepada Nabi Dawud A.S. Selain itu, kalam Allah yang berupa Hadits qusdi, juga tidak dinamakan Al-Qur’an, dan membacanya pun tidak dinilai ibadah.
Defenisi tersebut yang disepakati oleh jumhur ulama’. Allah menurunkan Al-Qur’an adalah sebagai tata kehidupan umat dan petunjuk bagi makhluk. Sekaligus sebagai tanda kebenaran Rasulullah SAW. Atas kenabian dan kerasulannya. Al-Qur’an merupakan hujjah yang akan tetap tegak sampai hari kiamat.
Jadi, pengertian Al-Qur’an adalah firman atau wahyu yang berasal dari Allah SWT  kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara melalui malaikat jibril sebagai pedoman serta petunjuk seluruh umat manusia semua masa, bangsa dan lokasi. Al-Qur’an adalah kitab Allah SWT yang terakhir setelah kitab taurat, zabur dan injil yang diturunkan melalui para rasul.
B.     Sejarah Turunnya Al-Qur’an
Allah SWT menurunkan Al-Qur’an dengan perantaraan malaikat jibril sebagai pengantar wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW  di Gua Hira pada tanggal 17 Ramadhan ketika Nabi Muhammad berusia 41 tahun yaitu surat Al-Alaq ayat 1 sampai 5. Sedangkan terakhir Al-Qur’an turun yakni pada tanggal 9 Zulhijjah tahun 10 Hijriah yakni surah Al-Maidah ayat 3.
Al-Qur’an turun tidak secara sekaligus, namun sedikit demi sedikit baik beberapa ayat, langsung satu surat, potongan ayat , dan sebagainya. Turunnya ayat dan surah disesuaikan dengan kejadian yang ada atau sesuai dengan keperluan. Selain itu dengan turun sedikit demi sedikit, Nabi Muhammad SAW akan lebih mudah menghafal serta meneguhkan hati orang yang menerimanya. Lama Al-Qur’an diturunkan ke bumi adalah kurang lebih sekitar 22 tahun 2 bulan dan 22 hari.
C.     Pokok Ajaran Dalam Isi Kandungan Al-Qur’an
1.      Tauhid – Keimanan terhadap Allah SWT
2.      Ibadah – Pengabdian terhadap Allah SWT
3.      Akhlak – Sikap dan perilaku terhadap Allah SWT, sesama manusia dan makhluk lain
4.      Hukum – Mengatur Manusia
5.      Hubungan Masyarakat – Mengatur tata cara kehidupan manusia
6.      Janji Dan Ancaman – Reward dan punishment bagi manusia
7.      Sejarah – Teladan dari kejadian di masa lampau
D.    Keistimewaan Dan Keutamaan Al-Qur’an Dibandingkan dengan kitab lain
1. Memberi petunjuk lengkap disertai hukumnya untuk kesejahteraan manusia segala zaman,tempat dan bangsa.
2.      Susunan Ayat yang mengagumkan dan mempengaruhi jiwa pendengarnya.
3.      Dapat digunakan sebagai dasar pedoman kehidupan manusia.
4.    Menghilangkan ketidakbebasan berfikir yang melemahkan daya upaya dan kreatifitas manusia (memutus rantai taqlid).
5.    Memberi penjelasan ilmu pengetahuan untuk merangsang perkembangannya.
6.      Memuliakan akal sebagai dasar memahami urusan manusia dan hukum –hukumnya.
7.      Menghilangkan perbedaan antar manusia dari sisi kelas dan fisik serta membedakan manusia hanya dari sisi takwanya kepada Allah SWT.


E.     Penulisan dan Pembukuan Al-Qur’an
Pada permulaan islam kebanyakan bangsa arab islam adalah buta huruf mereka tidak mengenal yang namanya kertas mereka hanya bisa menghafal. Sangat sedikit diantara mereka yang bisa membaca dan menulis. Tiap-tiap di turunkannya ayat Nabi Muhammad SAW menyuruh menghafalnya dan melukiskannya dibatu, kulit binatang, pelepa tamar dan apa saja yang bisa disusun dalam sesuatu surat. Nabi Muhammad menerangkan tertib urut ayat-ayat itu. Nabi Muhammad mengadakan peraturan hanya Al-Qur’an, Hadits-hadits atau pelajaran-pelajaran yang di dengar dari mulut Nabi Muhammad dilarang menuliskannya. Larangan ini bermaksud supaya Al-Qur’an itu terpelihara, jangan campur aduk dengan yang lain-lain yang juga didengar dari Nabi Muhammad SAW.
Pembukuan Al-Qur’an
Istilah pengumpulan kadang-kadang dimaksudkan dengan penghafalan dalam hati, dan kadang-kadang pula dimaksudkan dengan penulisan dan pencatatan dalam lembaran-lembaran.
F.      Mengenal Huruf Hijaiyah
Huruf Hijaiyah adalah huruf alfabet dalam bahasa arab.
Qaf
ق
Zay
Alif
ا
Kaf
ك
Sin
س
Ba
ب
Lam
ل
Syin
ش
Ta
ت
Mim
م
Shad
ص
Tsa
ث
Nun
ن
Dhad
ض
Jim
ج
Wau
و
Tha
ط
Ha
ح
ھ
Dzha
ظ
Kha
خ
Lam Alif
‘Ain
ع
Dal
د
Hamzah
ء
Ghain
غ
Dzal
ذ
Ya
ي
Fa
ف
Ra
ر

Tempat-tempat keluarnya huruf hijaiyah (29) itu memang banyak orang berpendapat, namun dari sekian pendapat yang paling banyak diikuti oleh ulama qurro’ dan ahlul ada’ adalah pendapat Syekh Kholil bin Ahmad an-Nahwiy (Guru Imam Sibaweh). Adapun menurut beliau Makhorijul Huruf Hujaiyah itu ada 17 tempat, dan bila diringkas ada 5 tempat, yaitu: Al- Jauf (lubang / rongga mulut), Al- Halqu (tenggorokan / kerongkongan), Al- Lisanu (lidah), Asy- Syafatain (dua bibir) dan Al- Khoisyum (janur hidung).
G.    Mengenal Ma’raj dan Tajwid
Di bawah ini adalah huruf-huruf yang dapat disambung tetapi tak dapat menyambung.
و
ز
ر
ذ
د
ا
Selain enam huruf diatas, semua huruf dapat menyambung dan disambung.
H.    Harakat Huruf Al-Qur’an
1.      Fathah dengan tanda ( َ )
2.      Kasrah dengan tanda ( ِ )
3.      Damah dengan tanda ( ُ )
4.      Sukun dengan tanda (ه)
5.      Tasydid (dibaca dobel mati) dengan tanda (ّ )
6.      Fathatain (tanwin fathah) dengan tanda dan berbunyi an
7.      Kasrahtain (tanwin kasrah) dengan tanda dan berbunyi in
8.      Dammatain (tanwin damah) dengan tanda dan berbunyi un.
Huruf Al-Qur’an dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1.             Huruf Qamariah yaitu huruf yang tidak merubah bacaan. Ada 14 huruf yaitu :
Huruf qamariah atau huruf bulan adalah huruf yang dibaca secara jelas namun tetap mempertegas pembacaan dari huruf lam, contohnya pada kata al-qamariyah (القمرية) harus dan tetap dibaca al-qamariyah dengan menegaskan pembacaan dari huruf lam. Jumlah huruf qamariah ada 14 huruf hijaiah, yakni:  ا ب غ ح ج ك و خ ف ء ع ق ي م ه
2.             Huruf Syamsiyah yaitu huruf yang merubah bacaan. Ada 14 huruf yaitu : Huruf syamsiah atau huruf matahari adalah huruf yang menghilangkan  pembacaan dari huruf lam, contohnya pada kata al-Syamsiyah (الشمسية) harus dibaca as-syamsiyah dengan menghilangkan pembacaan dari huruf lam. Jumlah huruf syamsiah ada 14 huruf hijaiah, yakni: ط ث ص ر ت ض ذ ن د س ظ ز ش ل
I.       IQLAB ( اقلاب )
Iqlab artinya membalik atau mengganti. Apabila nun mati/tanwin bertemu dengan huruf ب, maka hukum bacaannya disebut iqlab. Cara membacanya adalah bunyi nun mati/ tanwin berubah menjadi bunyi mim ( مْ) Huruf iqlab hanya satu yaitu huruf ب
Contoh bacaan iqlab:
Huruf
Nun mati (نْ )
Tanwin (ً ٍ ٌ )
ب
مِنْ بَعْدِهِمْ
سَمِيْعٌ بَصِيْرٌ

J.       IKHFA ( اِخْفَاءٌ)
Ikhfa artinya menyamarkan/menyembunyikan bunyi nun mati atau tanwin. Maksudnya bunyi nun mati/ tanwin dibaca samar-samar antara jelas dan dengung, serta cara membacanya ditahan sejenak. Hukum bacaan disebut ikhfa apabila nun mati/tanwin bertemu dengan salah satu huruf ikhfa yang jumlahnya ada 15 yaitu:  ت ـ ث ـ ج ـ د ـ ذ ـ ز – س ـ ش ـ ص ـ ض ـ ط ـ ظ ـ ف ـ ق ـ ك
Contoh bacaan ikhfa:
No
Huruf
Nun mati (نْ )
Tanwin (ً ٍ ٌ )
1
ت
فَمَنْ تَبِعَ
جَنّتٍ تَجْرِى
2
ث
فَمَنْ ثَقُلَتْ
شِهَابٌ ثَاقِبٌ
3
ج
اِنْ جَاءَكُمْ
خَلْقٍ جَدِيْدٍ
4
د
اَنْدَادًا
دَكًّا دَكًّا


K.    IDGHAM
Idgam  (اضغم)  menurut bahasa artinya memasukkan atau melebur huruf. Menurut istilah idgham berarti pengucapan dua huruf yang ditasydidkan.
Menurut devenisi diatas dapat disimpulkan bahwa idgham adalah berpadu atau bercampur antara dua huruf atau memasukkan satu huruf ke dalam huruf yang lain. Maka dari itu, bacaan idgham harus dilafazkan dengan cara meleburkan suatu huruf kepada huruf setelahnya.
PEMBAGIAN IDGHAM
a)      Berdasarkan makhroj al-huruf (tempat-tempat keluarnya huruf) dan sifat-sifat yang dimilikinya, idgham dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
1.      Idgham Mutamaatsilain ( اﻻضغم اﻤﺘﻤاثلين )
Yaitu pertemuan dua huruf yang sama Makhraj dan sifatnya
( ﺧﺎ ﻤﺧﺮ صفﺔ فان الحر يتفق ان )
Dan hukumnya wajib di idgham-kan.
2.      Idgham Mutaqorribain ( ﺒﯿﻦ ااﻤﺘﻘﺭ غام اد )
Yaitu pertemuan dua huruf yang Makhroj dan sifatnya berdekatan (hampir sama). (ﺼﻔﺔ ﺠﺍ ﻤﺨﺮ ﺘﻘاﺮ ﻤا). Huruf-hurufnya --- , ---  ---  .

3.      Idgham Mutajaanisain ( ﺍﺍﻤﺘﺠﺍﻨﺴﻴﻦ ﻏﺍﻡ إﺪ )
Yaitu pertemuan dua huruf yang sama makhroj, namun sifatnya berlainan. Didalam Al-Qur’an pertemuan huruf-huruf yang sama makhroj dan berlainan sifatnya terjadi pada huruf berikut ini :
a.       --- ---
b.      ﻈ --- ﺬ--- 
c.       ﺐ --- ﻡ
Pengecualian:
Apabila awal huruf yang pertama itu wau () mad dan huruf yang kedua wau () yang berharkat, ataupun yaa’ () mad dan huruf yang kedua yaa’() berharkat, maka tidak lah keduanya tersebut dikatakan idgham.
b)      Berdasarkan hukum nun mati atau tanwin, maka idgham di bagi menjadi dua.
1.      Idgham Bighunnah ( ﺒﻐﻨﻪ ﺍﻀﻐﺍﻡm )
Dinamakan juga Idgham naqis, yaitu apabila nun mati atau tanwin bertemu dengan salah satu huruf  . Cara membacanya yaitu ditahan kira-kira dua ketukan, disertai suara sengau (dengung).
2.      Idgham Bilaghunnah ( ﻏﻨﻪ ﺒﻼ ﺍﻀﻐﻡ )
Dinamakan juga dengan idgham kamil. Yaitu apabila nun mati atau tanwin bertemu dengan huruf    dan . Cara membacanya yaitu ditahan kira-kira dua ketukan dan tidak disertai suara sengau (dengung).
pengecualian :
Ketentuan idgham tersebut diatas tidak berlaku pada pertemuan nun mati dengan dan  yang ada terjadi dalam satu kata berikut ini : ﺪۥﻨ۫ﻴَﺍ
Kasus seperti ini disebut dengan istilah izh-harmuthlaq, yang harus dibaca jelas.
L.     MAD (PEMANJANGAN) HURUF AL-QUR’AN
1.      Apabila ada Alif “ ا ” dan sebelumnya ada huruf yang berharakat Fathah.
2.      Apabila ada Ya mati “ي ” dan sebelumnya ada huruf yang berharakat kasrah.
3.      Apabila Wa mati atau Wa Sukun “     ” dan sebelumnya ada huruf berbaris damah.
Keterangan :
Ø  Apabila ada  Mad thobi’iy (َطِبْيعِيّ مَدّ) Mad ini biasa juga dinamakan mad ashli, yang dimaksud dengan mad thobi’iy adalah mad yang panjang bacaannya satu alif atau dua harakat di mana syaratnya yaitu setelah huruf mad tidak ada hamzah atau huruf mad yang mati, baik karena sukun atau waqaf, contoh : دُبُنعْكَ يَّإ
Ø  Huruf mad Thobi’iy/ashli ada tiga yaitu : alif, waw dan ya’ dengan syarat, bahwa huruf-huruf tersebut berharakat sukun atau mati dengan ketentuan sebagai berikut
Ø  Alif yang sukun dan didahului oleh huruf hijaiyyah lainnya yang berharokat fathah. Contoh: كَاْنَ - قَاْلَ - مَاْ, dan sebagainya.
Ø  Waw yang sukun dan didahului oleh huruf hijaiyyah lainnya yang berharakat dhommah. Contoh : جَعَلوُاْ - ذَكَرُوْا – نالمُسْلِمُوْمِنَ , dan sebagainya.
Ø  Ya’ yang sukun dan didahului oleh huruf hijaiyyah lainnya yang berharakat kasrah. Contoh : - الْحَلِيْمُ- حَافِظِيْنَ- فِيْهَا , dan sebagainya.
Namun apabila tidak memenuhi ketiga kententuan tersebut maka huruf-huruf tersebut tidak dibaca dengan mad (kecuali diwaqafkan), misalnya : الْخَيْرُ (ya’ tidak dimadkan karena huruf sebelumnya berharakat fathah).
1.      Mad ashli sebenarnya terbagi menjadi dua macam, yaitu : a) Mad Ashli Zhahiry, adalah mad jelas tanda dan juga bacaannya sekaligus, dan 2) Mad Ashli Muqadda, adalah yang ada kalanya huruf-huruf mad tersebut dalam penulisannya tidak ditulis, tetapi diganti dengan lambang atau simbol tertentu untuk menandakan bahwa kalimat tersebut dibaca dengan mad.
2.      Mad wajib Muttashil (ُمتَّصِلُ وَجِبْ مَدّ)
Maksudnya yaitu mad yang wajib dibaca panjang karena terdapat huruf hamzah yang berada dalam satu kata, jadi ada syarat tertentu untuk mad wajib muttashil yaitu adanya huruf hamzah sesudah huruf mad yang terkumpul pada satu kata dan panjang bacaannya adalah 1½ sampai 2½ alif (3 sampai 5 harakat). Contoh : نَّشَآءُ مَنْ, وَجَآءَ
Dengan demikian apabila ada huruf hamzah yang tidak terkumpul dalam satu kata maka, tidak dikategorikan dengan bagian mad ini. Perhatikan contoh :
·         السّمآء Setelah huruf mad ada hamzah yang terkumpul dalam satu kata
·         بَآءَ Setelah huruf mad ada hamzah yang terkumpul dalam satu kata
·         سِيْئَ Setelah huruf mad ada hamzah yang terkumpul dalam satu kata
·         سُوْئَ Setelah huruf mad ada hamzah yang terkumpul dalam satu kata
·         جِيْئَ Setelah huruf mad ada hamzah yang terkumpul dalam satu kata
3.      Mad Jaiz Munfashil (ُمْنفَصِلُ جَاِئزْ مَد )
Mad Jaiz maksudnya adalah jaiz atau boleh dibaca panjang atau pendek, dan munfashil artinya terpisah. Jadi pengertian secara istilah dapat disimpulkan dari pengertian di atas bahwa Mad jaiz Munfashil artinya kebolehan membaca pendek atau panjang bacaan/huruf mad jika huruf mad tersebut tidak terkumpul dengan huruf hamzah dalam satu kata. Jadi harus ada syarat yang dipenuhi dalam mad jaiz munfashil ini, yaitu adanya huruf hamzah (ء) sesudah huruf mad tetapi tidak terkumpul dalam satu kata (dalam bahasa Arab disebut kalimat). Untuk panjang bacaannya dapat sama dengan mad wajib muttashil atau bisa juga sama dengan mad thobi’iy, sehingga mad jaiz munfashil dapat dibaca sepanjang satu sampai 2 ½ alif.

4.      Mad Lazim Kilmy (ِكلْمِى لاَزِمْ مَدّ)
Mad Lazim artinya kelaziman untuk memanjangkan bacaan dan kilmy artinya kata, maksudnya adalah kelaziman memanjangkan huruf mad karena sesudah huruf mad ada huruf yang bertasydid, ini biasanya berada di tengah-tengah kalimat, di mana dalam kalimat tersebut setelah huruf mad ada huruf yang bertasydid (syaddah) yang merupakan tanda khususnya, karenanya disebut dengan mad lazim kilmy atau ahli ilmu tajwid sering juga menyebut mad ini dengan nama mad lazim muthowwal (مطوّل لزم مد), artinya panjang bacaan mad ini adalah wajib paling tidak 2½ sampai 3 alif atau 5-6 harakat. Contoh : الضَّالِّيْنَ وَلاَ .
5.      Mad Iwadh (عوض مد)
Iwadh secara bahasa berarti pengganti, sedangkan secara istilah yaitu mad yang terjadi karena waqaf (berhenti) pada lafal yang ditanwinkan (khususnya fathatain) dibaca nasab di akhir kalimat. Kesimpulannya bahwa mad iwadh semula berupa kata yang berharakat fathatain, kemudian diwaqafkan sehingga fathatainnya diganti dan dibaca dengan nasab/fathah dan bacaannya lebih panjang sekitar 1 alif.
6.      Mad Badal (بدل مد)
Badal secara bahasa artinya pengganti, sedangkan menurut istilah yaitu adanya huruf mad dan hamzah yang terkumpul dalam satu kata, namun huruf hamzah lebih dahulu dari pada huruf mad. Untuk panjang bacaan mad ini, ulama sepakat selama 1 alif.Contoh : أمَنُوْا

7.      Mad Shilah (صلة مد)
Mad Shilah artinya bacaan mad yang disambung, atau dengan kata lain, mad shilah adalah huruf mad tambahan yang diperkirakan setelah huruf ha’ dhomir, yang dikira-kirakan dengan harakat dhommah atau kasrah.
8.      Mad Lien (لين مد)
Mad ini hanya dibaca pada huruf waw dan ya’ yang berharakat sukun setelah huruf lain yang berharakat fathah. Jika bacaannya diteruskan dengan kalimat lain, maka panjang bacaannya 1 alif, sedangkan apabila diwaqafkan (berada pada akhir kalimat) maka dibaca sepanjang 2-3 alif. Berikut contohnya :
1.      بَـيْتٌ  Bai-tun Huruf lien berada setelah fathah (jika waqaf dibaca : Bay-yt).
2.      غَيْبٌ  Ghoi-bun Huruf lien berada setelah fathah (jika waqaf dibaca :    Ghoyyb).
3.      رَيْبٌ  Roi-bun Huruf lien berada setelah fathah (jika waqaf dibaca : Roy-yb).
9.      Mad Tamkin (تمكين مد)
Mad tamkin yaitu mad yang dibaca karena adanya dua huruf ya’ yang pertama berharakat hidup, bertasdid dan kasrah, sedangkan yang kedua berharakat sukun. Panjang bacaannya 1 alif. Contoh :
a.       النَّبِيِّيْنَ Nabiyyii-na, sebelum ya’ sukun, ada ya’ yang bertasydid
b.      حُيِّيْتُمْ Huyyii-tum Sda.

10.  Mad Farqu (فرقع مد)
Farqu (bisa juga disebut mad istifham), secara bahasa berarti pembeda, dengan kata lain mad farqu adalah mad yang fungsinya membedakan antara istifham (kata tanya) dengan khabar (berita), sehingga jika tidak dibaca mad, maka hamzah akan disangka sebagai hamzah khabar, padahal ia berfungsi sebagai kata tanya. Panjang bacaannya adalah 3 alif, dan di dalam Alquran hanya terdapat 4 tempat saja, yaitu :
1.      الذَّكَرَيْنِأ Aaa-dzakaroini
2.      اللهُأ Aaa-llohu
M.   ADAB MEMBACA AL-QUR’AN
Ada empat hal dalam membaca Al-Qur’an, yaitu :
1.             Disunahkan mengambil air wudhu
2.             Disunahkan memakai pakaian bersih lagi halal
3.             Disunahkan pada tempat yang bersih
Disunahkan menghadap ke kiblat.









AL ISLAM KEMUHAMMADIYAAN
SEMESTER II

A.    Hajat Manusia Terhadap Agama
Pada dasarnya semua manusia mempunyai fitrah (perasaan) keagamaan, termasuk orang kafir, orang fasik dan orang munafik. Hanya saja fitrah tersebut kabur di selubungi oleh pengaruh negatif berbagai aspek kehidupan, tanpa terarahkan oleh ketiga faktor pendidikan yakni pendidikan informal, formal dan non formal.
Agama sebagai penuntun, pembimbing, pengarah kepada kepercayaan yang gaib secara benar melalui petunjuk wahyu untuk mendapatkan kebahagiaan, kesejahteraan dunia akhirat. Untuk mencapai hal tersebut, maka Allah memberikan beberapa tingkatan atau macam- macam hidayah yaitu :
1.      Hidayah Tabiat
Tabiat dibawa sejak lahir yang dengannya dapat di ketahui keinginan manusia sesuai ekspresinya.
2.      Hidayah Indera
Manusia mempunyai lima indera (panca indera) yaitu telinga, hidung, mata, lidah, dan kulit
3.      Hidayah Akal
Hidayah akal anugerah Allah kepada manusia secara khusus. Dengan akal ini manusia dapat berinteraksi, beraktifitas, dan berdaya guna sesuai kemampuan SDM-nya untuk mengolah dan memamfaatkan SDA secara maksimal.
4.      Hidayah Ad-din
Hidayah inilah yang bisa mengarahkan ketiga hidayah tersebut (hidayah tabiat, indera, dan akal) untuk mencapai kebenaran yang hakiki untuk mendapatkan kebahagiaan sejati dan abadi.
B.     Pengertian Hajat Dan Agama
Hajat berasal dari bahasa Arab yang artinya kebutuhan. Agama berasal dari bahasa Sansekerta yaitu a = tidak dan gama = kacau, berarti agama = tidak kacau.
Manusia secara umum cara beragamanya dalam sejarah ada 4, yaitu :
1.      Dengan cara mistik (batin) : selalu berdzikir kepada Allah SWT.
2.      Dengan cara penalaran : tidak menerima jika tidak sama rasionya atau pikiran.
3.      Dengan cara amal saleh : dalam aktifitasnya selalu dibarengi dengan kebajikan.
4.      Dengan cara singkritisme : belajar dengan baik, mengerjakan, mengamalkan dan mengajarkan ke sesama.
Secara etimologi menurut prof. Dr. Harun Nasution, masyarakat indonesia mengenai kata agam yaitu din dari bahasa arab, religi bahasa eropa, atau agama berasal dari kata sangsekerta.

1)      CIRI-CIRI AGAMA :
·         Mempunyai kitab suci
·         Mempunyai doktrin tentang tuhan
·         Mempunyai tata cara peribadatan
2)      AGAMA ADA DUA KELOMPOK :
·         Agama wahyu (dari Tuhan) seperti Islam, Nasrani, Yahudi
·         Agama wadh’i (budaya) ciptaan manusia sendiri seperti Hindu, Budha, Majusi, Komputsu, Sinto, Tao dll
Ø  CIRI-CIRI AGAMA WAHYU :
·         Sejarahnya jelas.
·         Disampaikan oleh Nabi atau Rasul.
·         Konsep ketuhanannya monotisme mutlak.
·         Memiliki kitab suci dan tidak mengalami perubahan.
·         Ajarannya tidak berubah, walaupun masyarakat penganutnya berubah.
·         Ajarannya tentang alam nyata sesuai dengan perkembangan IPTEK.
·         Prinsip-prinsip ajarannya tahan dengan kritikan akal.
Ø  CIRI-CIRI AGAMA WAD’I
·         Tumbuhnya secara evolusioner sejarahnya tidak jelas
·         Tidak disampaikan oleh rasul/ nabi
·         Tidak memiliki kitab suci yang permanen
·         Konsep ketuhanannya, animisme politeisme, materialisme
·         Ajarannya bisa berubah sesuai perkembangan zaman, akal dan iptek atau kehendak manusia (penganutnya)
·         Kebenaran prinsip-prinsip ajarannya tak tahan terhadap kritik akal.
C.     Pengertian Islam Secara Khusus
1.      Secara etimologis islam dalam bahasa arab berasal dari kata “salima” artinya selamat sentosa dan damai. Kemudian menjadi “assalama” artinya berserah diri, masuk kedalam kedamaian, tunduk taat dan patut serta memelihara, sedangkan kata “sullam” yang berarti tangga (alat naik).
2.      Secara terminologi, menurut Harun Nasution, islam sebagai agama yang ajarannya di wahyukan tuhan kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai rasul yang pada hakikatnya membawa ajaran berbagai aspek kehidupan manusia.
Defenisi islam oleh Dr. Farid Wajdi Ensiklophedi Islam yakni :
“Islam adalah suatu sistem yang mengatur hubungan antar manusia dengan sesamanya”.
Kata islam adalah nama yang diberikan Tuhan sendiri berdasarkan wahyu dari segi misi ajarannya. Islam adalah agama sepanjang sejarah manusia yang merupakan agama semua Nabi dan Rasul yang pernah diutus Allah SWT.


3.      Hakikat Islam
·         Islam adalah agama penutup dan agama-agama samawi (wahyu). Islam datang bukan menghapus agama sebelumnya tetapi datang untuk memperbaharui, melengkapi, dan menyempurnakan.
·         Agama islam membawa ajaran yang bersifat universal (menyeluruh) dan tidak memisahkan antara urusan dunia dan akhirat (sekuler)
·         Semua ajarannya tidak ada yang bertentangan dengan akal sehat, hanya adakalanya belum dipahami atau belum terjangkau oleh akal manusia sehingga dianggap bertentangan
a.       Islam menurut faham Muhammadiyah
Yakni agama islam yang datang pada Nabi Muhammad SAW, yaitu apa yang Allah turunkan dalam al qur’an dan apa yang datang sunnah yang sahih, baik berupa perintah maupun larangan, dan petunjuk untuk keselamatan hamba dunia akhirat.
b.      Al qur’an dan al hadits sumber ajaran islam
1.      Al-Qur’an               bacaan
Q.S Yusuf Ayat 2 :
تَعْقِلُونَ لَعَلَّكُمْعَرَبِيًّا قُرْآَنًأَنْزَلْنَاهُإِنَّا
Artinya :
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab agar Kamu memahaminya.
2.      Al-Kitab                 ditulis
Q.S Al-Baqarah Ayat 2 :
Artinya :
“Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.
3.      Al-Furqan                pemuda
Q.S Al-Furqan Ayat 1 :
تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا
Artinya :
“Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqan (Al-Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.
4.      As-Syiqru
Q.S Al-Hijr Ayat 9 :
ظُونَ لَحَافِلَهُ وَإِنَّاالذِّكْرَ نَزَّلْنَا نَحْنُ إِنَّا
Artinya :
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.
Pokok-pokok isi Al-Qur’an :
1.             Imam, aqidah, tauhid
-                 Q.S Al-Baqarah ayat 285
-                 Q.S Al-A’la Ayat 3
-                 Q.S Al-Baqarah Ayat 177.
2.             Ibadah
-                 Ibadah shalat (do’a) : Q.S At-Taubah Ayat 5, 103
-                 Ibadah puasa : Q.S Al-Baqarah Ayat 183
-                 Ibadah haji : Q.S Al-Baqarah Ayat 197
3.             Muamalah
-                 Q.S An-Nur Ayat 32
-                 Q.S An-Nisa’ Ayat 3, 11, 23, 29
4.             Hukum
-                 Pencurian : Q.S Al-Maidah Ayat 38
-                 Zina : Q.S An-Nur Ayat 2
-                 Qeshash (setimpal) : Q.S Al-Baqarah Ayat 178
5.             Kisah-kisah
-                 Kisah Maryam dan Nabi Isa AS : Q.S Al-Imran Ayat 42-47
-                 Kisah Nabi Yusuf : Q.S Yusuf 27-28
6.             Janji dan ancaman.
-                 Janji
·               Janji di dunia : Q.S An-Nur Ayat 55
·               Janji di akhirat : Q.S Al-Baqarah Ayat 25
-                 Ancaman
·               Ancaman dunia : Q.S Al-A’raf Ayat 130 dan 133
·               Ancaman akhirat : Q.S At-Taubah Ayat 35 dan Q.S An-Nisa’ 56



D.    Hadist
Hadist sebagai sumber Islam yang kedua. Hadist menurut bahasa yaitu : berita atau kabar. Hadist menurut istilah yaitu perkataan, perbuatan, dan persetujuan atau baik sebelum, maupun setelah diangkat menjadi Rasul.
Fungsi Hadist, yaitu :
1.             Menjadi kewajiban bagi setiap muslim taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya : Q.S An-Nisa’ Ayat 80 dan Q.S An-Fhad Ayat 20.
2.             Menjadi hadist sebagai sumber hokum Islam adalah tata orang yang beriman : Q.S An-Nisa’ Ayat 65.
3.             Mengikuti hadist Nabi adalah kunci diterimanya amal.
4.             Sebagai penjelasan dan tafsiran-tafsiran.
Hadist ditinjau dari segi penyampaiannya :
1.             Hadist Kauliah (perkataan)
2.             Hadist Fi’liah (perbuatan)
3.             Hadist Ta’ririah (takdir/persetujuan)
Hadist ditinjau dari segi jumlah yang menyampaikan :
1.             Hadist Mutawaatir (bersambung-sambung)
2.             Hadist Masyhur (terkenal)
3.             Hadist Ahadun (seorang)
Hadist ditinjau dari segi kualitasnya :
1.             Hadist Sahiiun (benar)
2.             Hadist Hasanun (lemah ingatan)
3.             Hadist Daiifun (pendusta)
4.             Hadist Mauduun (hadist yang dibuat-buat/palsu).
Fungsi hadist kepada siapa disandarkan :
1.             Hadist Madfuun : hadist yang disandarkan kepada Nabi.
2.             Hadist Madquufun : hadist yang disandarkan kepada sahabat. Sahabat adalah bertemu atau tidak dan mempercayai ajaran yang dibawa oleh Nabi.
3.             Hadist Maqtuun : hadist yang disandarkan kepada tabi’i. Tabi’i adalah semasa sahabat bertemu atau tidak dan mempercayai ajaran yang dibawa oleh Nabi.
E.            Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Muhammadiyah didirikan oleh KH Ahmad Dahlan tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H atau 18 November 1912 di Yogyakarta. Organisasi ini lahir sebagai perwujudan keprihatinan karena melihat kenyataan umat Islam di Indonesia dalam cara menjalankan perintah-perintah agama Islam banyak yang tidak bersumber dari ajaran Al Qur’an dan tuntunan Rasulullah SAW. Dalam hal itu KH Ahmad Dahlan menghendaki agar dengan Muhammadiyah, orang-orang Islam mengamalkan dan menggerakkan Islam dengan berorganisasi.
Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah tidak secara kebetulan tetapi didorong oleh aspirasinya yang besar tentang masa depan Islam Indonesia. Aspirasi ini dapat dilacak dari perjalanan intelektual, spiritual, dan sosial Ahmad Dahlan dalam dua fase dari biografi kehidupannya, yaitu fase pertama, setelah menunaikan ibadah haji yang pertama (1889) dan fase kedua, setelah menunaikan ibadah haji yang kedua tahun 1903 (Syaitullah, 1997:27-28).
v  Faktor yang melatarbelakangi Muhammadiyah yaitu :
Ada dua faktor yang melatarbelakangi berdirinya Muhammadiyah yaitu :
1.      Faktor Interen ( dalam pribadi Ahmad Dahlan sendiri )
2.      Faktor Eksteren ( aspek sosial, keagamaan, pendidikan, dan politik bangsa ).
v  Sejarah berdirinya Muhammadiyah
Bila ditinjau dari sejarah, organisasi Muhammadiyah berdiri setelah Rasulullah SAW wafat pada pertengahan Abad ke-7, wafatnya Rasulullah SAW menimbulkan persoalan serius di kalangan para sahabat, baik yang menyangkut kelangsungan kepemimpinan Islam dan munculnya berbagai persoalan sosial sementara rasul sebagai rujukan utama penyelesaian problem tersebut telah tiada. Perkembangan pemikiran tentang Islam tersebut di atas memberikan inspirasi lahirnya Muhammadiyah di indonesia tahun 1912, yang pada akhirnya Muhammadiyah ini berkaitan dengan gerakan pembaharuan Islam seperti gerakan Wahabi di Arab, gerakan Jamludin Al Afgani di Asia Afrika dan Muhammad Abduh di Mesir. Dalam kondisi kehidupan umat tersebut di atas pada tahun 1912 Kiyai Haji Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah di Kauman Yogyakarta.
v  Latar belakang berdirinya Muhammadiyah dan pengertian Muhammadiyah
Keinginan dari KH. Ahmad Dahlan untuk mendirikan organisasi yang dapat dijadikan sebagai alat perjuangan dan da’wah untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar yang bersumber pada Al Qur’an  ( Al imran : 104 dan Al ma’un ) sebagai sumber dari gerakan sosial praktis untuk mewujudkan gerakan Tauhid.
Ketidakmurnian ajaran Islam yang dipahami oleh sebagian umat Islam Indonesia, sebagai bentuk adaptasi tidak tuntas antara tradisi Islam dan tradisi lokal Nusantara ketika masih bermuatan paham animisme dan dinamisme. Sehingga dalam prakteknya umat Islam di Indonesia memperlihatkan hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam, terutama yang berhubungan dengan prinsip aqidah Islam yang menolak segala bentuk kemusyrikan, taqlid, bid’ah, dan khurafat. Sehingga pemurnian ajaran menjadi pilihan mutlak bagi umat Islam Indonesia.
Keterbelakangan umat Islam Indonesia dalam segi kehidupan menjadi sumber keprihatinan untuk mendapatkan solusi agar dapat keluar dari keterbelakangan. Keterbelakangan Umat Islam dalam dunia pendidikan menjadi sumber utama keterbelakangan dalam peradaban. Pesantren tidak bisa selamanya dianggap menjadi sumber lahirnya generasi baru muda Islam yang berpikir modern. Kesejahteraan Umat Islam akan tetap berada dibawah garis kemiskinan jika kebodohan masih melingkupi Umat Islam Indonesia.
Maraknya kristenisasi di Indonesia sebagai efek domino dari Imperalisme Eropa ke dunia timur yang mayoritas beragama Islam. Proyek kristenisasi satu paket dengan proyek imperalisme dan modernisasi bangsa Eropa, selain keinginan untuk memperluas daerah koloni untuk memasarkan produk-produk hasil refolusi yang melanda Eropa.
Imperalisme Eropa tidak hanya menggandeng grilia gerejawan dan para penginjil untuk menyampaikan ajaran Yesus untuk menyapa umat manusia di seluruh dunia untuk mengikuti ajarannya. Tetapi juga membawa angin yang sedang melanda Eropa. Modernisasi yang berhembus melalui model pendidikan barat (Belanda) di Indonesia mengusung paham-paham yang melahirkan modernisasi Eropa, seperti sekularisme, Individualisme, liberalisme, dan rasionalisme. Jika penetrasi itu tidak dihentikan maka akan terlahir generasi baru Islam yang rasional  tetapi liberal dan sekuler.
Dari uraian di atas, maka diperoleh bahwa Muhammadiyah bmerupakan gerakan islam yang melaksanakan da’wah amar ma’ruf nahi munkar dengan maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat islam yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah berpandangan bahwa agama islam menyangkut seluruh aspek kehidupan meliputi aqidah, ibadah, akhlak, dan mu’amalat duniawiyah yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan harus dilaksanakan dalam kehidupan perseorangan dan kolektif. Dengan mengemban misi gerakan tersebut Muhammadiyah dapat mewujudkan atau mengaktualisasikan agama islam menjadi rahmatan lil-‘alamin dalam kehidupan di muka bumi ini.
Visi Muhammadiyah, yaitu sebagai gerakan islam yang berlandaskan Al Qur’an dan As Sunnah dengan watak tajdid yang dimilikinya senantiasa Istiqamah dan aktif dalam melaksanakan dakwah islam amar ma’ruf nahi munkar di segala bidang, sehingga menjadi rahmatan lil-‘alamin bagi umat, bangsa dan dunia kemanusiaan menuju terciptanya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yang diridhai Allah SWT dalam kehidupan di dunia ini. Adapun misi Muhammadiyah adalah:
1.      Menegakkan keyakinan Tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah SWT yang di bawa oleh Rasulullah SAW yang disyariatkan sejak Nabi Muhammad SAW.
2.      Memahami agama dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran islam untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan yang bersifat duniawi.
3.      Menyebutkan ajaran islam yang bersumber pada Al Qur’an sebagai kitab Allah yang terakhir untuk umat manusia sebagai penjelasannya.
4.      Mewujudkan amalan-amalan islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat. ( Lihat Tanfidz Keputusan Musyawarah Wilayah ke-39 Muhammadiyah Sumatra Barat tahun 2005 di Kota Sawahlunto ).
v  Faktor-faktor yang melatarbelakangi Berdirinya Muhammadiyah
Muhammadiyah secara etimologis berarti pengikut nabi Muhammad, karena berasal dari kata Muhammad, kemudian mendapatkan ya nisbiyah, sedangkan secara terminologi berarti gerakan islam, da’wah amar ma’ruf nahi munkar dan tajdid, bersumber pada Al Qur’an dan As Sunnah. Berkaitan dengan latar belakang berdirinya Muhammadiyah secara garis besar faktor penyebabnya, yaitu :
1.      Faktor subyektif yang merupakan hasil pendalaman KH. Ahmad Dahlan terhadap Al Qur’an dalam menelaah, membahas, dan mengkaji kandungan isinya.
2.      Faktor obyektif yang dapat dilihat secara internal dan eksternal. Secara internal ketidakmurnian amalan islam akibat tidak dijadikannya Al Qur’an dan As Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat islam Indonesia.


ü  Adapun faktor internal dan eksternalnya adalah sebagai berikut :
1.      Faktor Internal
Faktor Internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri umat ialam sendiri yang tercermin dalam dua hal, yaitu sikap beragama dan sistem pendidikan islam.
2.      Faktor Eksternal
Faktor lain yang melatarbelakangi lahirnya pemikiran Muhammadiyah adalah faktor yang bersifat eksternal yang disebabkan oleh politik penjajahan kolonial Belanda. Faktor tersebut antara lain tampak dalam sistem pendidikan kolonial usaha ke arah westernisasi dan kristenisasi.
ü  Tujuan Didirikannya Muhammadiyah
Tujuan Muhammadiyah adalah untuk mengembalikan ajaran islam sesuai dengan Al Qur’an dan As Sunnah. Dengan fokus bergerak di bidang kemasyarakatan seperti sosial, ekonomi, budaya, lembaga dakwah dan terutama dalam masalah pendidikan.
F.             Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam
Gerakan Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan dakwah Islamiyah. Ciri ini muncul sejak dari kelahirannya dan tetap melekat tidak terpisahkan dalam jati diri Muhammadiyah. Sebagaimana telah diuraikan dalam bab terdahulu bahwa faktor utama yang mendorong berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah berasal dari pendalaman KH. Ahmad Dahlan terdapat ayat-ayat Al Qur’an Alkarim, terutama sekali surat Ali Imran, Ayat: 104. Berdasarkan surat Ali Imran, ayat:104 inilah Muhammadiyah meletakkan khittah atau strategi dasar perjuangannya, yaitu dakwah (menyeru, mengajak) Islam, amar ma’ruf nahi munkar dengan masyarakat sebagai medan juangnya.
Gerakan Muhammadiyah berkiprah di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia dengan membangun berbagai ragam amal usaha yang benar-benar dapat menyentuh hajat orang banyak seperti berbagai ragam lembaga pendidikan sejak taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, membangun sekian banyak rumah sakit, panti-panti asuhan dan sebagainya. Semua amal usaha Muhammadiyah seperti itu tidak lain merupakan suatu menifestasi dakwah islamiyah. Semua amal usaha diadakan dengan niat dan tujuan tunggal, yaitu untuk dijadikan sarana dan wahana dakwah islamiyah.
ü  Muhammadiyah ( pengertian dan latar belakang berdirinya )
Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan, 8 dzulhijjah 1330 H atau 18 November 1912 M di kampung kauman Yogyakarta.
v  Pengertian Muhammadiyah
a.       Secara etimologi adalah bahasa arab dari kata “Muhammad” yaitu nama Nabi Muhammad SAW. Kemudian ditambah “ya nisbah” yang berarti meniru-niru atau mengikuti. Maka jadilah kata “Muhammadiyah” yang berarti pengikut-pengikut Muhammad yakni Nabi Muhammad SAW.
b.      Secara terminologi, Muhammadiyah adalah persyerikatan yang merupakan gerakan islam, di perkasai oleh K.H Ahmad Dahlan memakai nama Muhammadiyah, karena sesuai dengan sifatnya, yakni menghimpun pengikut-pengikut Nabi Muhammad SAW. Dan bertujuan untuk mengikuti ajarannya (mengikuti dan memperjuangkannya).
Jadi pengertian Muhammadiyah secara umum adalah sebagai berikut :
“Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar makruf nahi mungkar berakidah Islam dan bersumber kepada Al-Qur an dan Sunnah. Persyarikatan ini berazazkan Islam dan bertujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Secara historis, organisasi ini termasuk yang tertua sesudah Syarikat Islam (1908), didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H bertepatan dengan tanggal 18 November 1912 M di Yogyakarta”.












AL ISLAM KEMUHAMMADIYAAN
SEMESTER III

1.             Pengertian Aqidah
Kata aqidah berasal dari bahasa Arab, secara etimologi (bahasa) aqidah berasal dari kata Aqadah-Yaqqidu-Aqidatan yang berarti simpul, ikatan, perjanjian, dan pokok atau buhul dan mahkota. Dalam konteks ini aqidah berarti keyakinan yang tersimpul dengan kokoh di dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian atau sesuatu  yang terbuhul dari dalam hati dan dihormati seperti mahkota.
Pengertian Aqidah secara terminologis, menurut Hasan Al-Banna. Aqidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hatimu, mendatangkan ketenteraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikit pun dengan keraguan-keraguan.
Beberapa istilah tentang aqidah :
a.              Iman. Menurut ulama Salaf, Iman adalah sesuatu yang diyakini di dalam hati diucapakan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota tubuh.
b.             Tauhid. Tauhid artinya mengEsakan. Ajaran tauhid adalah tema sentral aqidah dan iman.
c.              Ushuluddin. Ushuluddin artinya pokok-pokok agama. Aqidah iman dan tauhid disebut juga ushuluddin karena merupakan pokok-pokok ajaran agama islam.
d.             Ilmu Qalam. Qalam artinya berbicara atau pembicaraan. Dinamai dengan ilmu Qalam karena banyak dan luasnya dialog dan pendekatan yang terjadi antara pemikir masalah-masalah aqidah tentang beberapa hal.
e.              Fiqih Akbar (hukum besar). Berdasarkan Qur’an surah At-Taubah ayat 122 yang artinya “bukan hanya masalah fiqih namun lebih utama masalah aqidah”.
2.      Sumber Aqidah Islam
Sumber aqidah islam adalah Al-Qur’an dan sunnah, artinya apa saja yang disampaikan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an dan oleh Rasul dalam sunnahnya wajib diimani, diyakini, dan diamalkan.
Ruang lingkup pembahasan aqidah adalah :
a)      Ilahiyat. Ilahiyat yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan Allah SWT baik zatnya, sifatnya, namanya maupun perbuatannya.
b)      Nubuwat . Nubuwat yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi-nabi dan Rasul-rasul, kitab-kitab suci, mukjizat, karomah, dan lain-lain.
c)      Ruhaniyat. Ruhaniyat yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan alam meta fisik seperti : malaikat, jin dan roh.
d)     Sam’iyat. Syam’iyat yaitu segala sesuatu yang hanya dapat diketahui melalui sam’i (dalil naqli) seperti alam kubur (alam barza), azab kubur, akhirat dan lain-lain.
3.             Konsepsi Tauhid
Tema utama aqidah Islam adalah Iman kepada Allah SWT. Esensi iman tersebut adalah mengesakannya baik dalam dzat, asma wa shifat (nama-nama dan sifatnya) maupun perbuatan-perbuatannya(Af’al).
Secara sederhana tauhid dapat dibagi menjadi 3 tahapan yaitu :
1.      Tauhid Rububiyah, yaitu mengimani Allah SWT sebagai satu-satunya Rab, yang mencakup pengertian Khaliq (Maha Pencipta), Raziq (Maha Pemberi Rezki), Hafish (Maha Memelihara), Muzabbir (Maha Mengelola), Malik (Maha Memiliki).
2.      Tauhid Mulkiyah, yaitu mengimani Allah SWT sebagai satu-satunya Raja yang berdaulat bagi seluruh alam, yang mencakup pengertian, wali (pemimpin), hakim (penguasa yang menentukan hukum dan semua pengaturan kehidupan), Ghayah (yang menjadi tujuan segala sesuatu).
3.      Tauhid Ilahiyah, yaitu Mengimani Allah SWT sebagai satu-satunya Al-Ma’bud (yang disembah)
4.             Aplikasi Tauhid Dalam Kehidupan

 
Seseorang yang bertauhid kepada Allah SWT akan mencintainya lebih dari segala-galanya (Q.S 2 : 165). Apabila disebut nama Allah hatinya bergetar (Q.S 8 : 2). Sebagai bukti cintanya dia akan patuh kepada Allah dalam segala aspek kehidupannya dan rela menerima, mengikuti segala keputusan Allah dan Rasu-Nya tanpa ada sikap penolakan sedikitpun walaupun hanya dalam hati (Q.S 4 : 65). Kepatuhannya kepada Allah dan Rasul-Nya diwujudkan dalam bentuk melaksanakan ajaran Islam secara total/kaffa (Q.S 2 : 208). Seseorang yang bertauhid kepada Allah memiliki kemerdekaan dalam kehidupan. Dia hanya bergantung semata-mata kepada Allah SWT dan bebas dari segala belenggu kehidupan seperti belenggu harta, pangkat, manusia, dan lain-lain. Bebas dari segala kemusryikan baik yang tradisional, Ijimad, mantra, tenung, dan lain-lain, maupun kemusryikan modern (mempertuhankan ilmu pengetahuan, materi dan kedudukan).













AL ISLAM KEMUHAMMADIYAAN
SEMESTER IV

A.           IBADAH
Secara bahasa, kata ibadah adalah bentuk dasar (mashdar) dari fi’il (kata kerja) yang berarti : taat, tunduk, hina dan pengabdian.
Berangkat dari arti ibadah secara bahasa, Ibn Taymiyah mengartikan ibadah sebagai puncak ketaatan dan ketundukan yang didalamnya terdapat unsur cinta (al-hubb). Seseorang belum dikatakan beribadah kepada Allah kecuali bila ia mencintai Allah lebih dari cintanya kepada apapun dan siapapun juga. Ketaatan tanpa unsur cinta maka tidak bisa diartikan sebagai ibadah dalam arti yang sebenarnya. Dari sini pula dapat dikatakan bahwa akhir dari perasaan cinta yang sangat tinggi adalah penghambaan diri, sedangkan awalnya adalah ketergantungan.
Adapun defenisi ibadah menurut Muhammadiyah adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya serta mengamalkan apa saja yang diperkenankan oleh-Nya. (Himpunan Putusan Tarjih, hlm.276).

v  Pembagian Ibadah
Ditinjau dari segi ruang lingkupnya, ibadah dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1.      Ibadah Khashshah (Ibadah Khusus), yaitu ibadah yang ketentuannya telah ditetapkan oleh nash, seperti : thaharah, shalat, zakat, dan semacamnya.
2.      Ibadah Ammah (Ibadah Umum), yaitu semua perbuatan baik yang dilakukan dengan niat karena Allah SWT. Semata, misalnya: berdakwah, melakukan amar ma’ruf nahi munkar di berbagai bidang, menuntut ilmu, bekerja, rekreasi, dan lain-lain yang semuanya itu diniatkan semata-mata karena Allah SWT dan ingin mendekatkan diri kepada-Nya.
v  Prinsip-prinsip Ibadah
Untuk memberikan pedoman ibadah yang bersifat final, Islam memberikan prinsip-prinsip ibadah sebagai berikut:
1.      Prinsip Utama dalam ibadah adalah hanya menyembah kepada Allah semata sebagai wujud hanya mengesakan Allah SWT (al-tawhid bi-llah).
2.      Ibadah tanpa perantara. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT yang terdapat pada Qs. Al-Baqarah / 2 : 186.
3.      Ibadah harus dilakukan secara ikhlas yakni dengan niat yang murni semata hanya mengharap keridhaan Allah SWT. Keikhlasan harus ada dalam seluruh ibadah, karena keikhlasan, maka tidak mungkin ada ibadah yang sesungguhnya.
4.      Ibadah harus sesuai dengan tuntunan.
5.      Seimbang antara unsur jasmani dengan rohani.
6.      Mudah dan meringankan.
B.            THAHARAH
Secara bahasa thaharah berasal dari bahasa Arab : ﻂﻬﺮ yang berarti suci dan bersih, baik itu suci dari kotoran lahir maupun kotoran batin berupa sifat dan perbuatan tercela. Cara menyucikan batin yakni dengan bertaubat dari segala noda dosa dan penyakit hati yang menjauhkan manusia dari Tuhannya, seperti : syirik, su’udzan (buruk sangka), dengki, kikir, dzalim dan segala perbuatan maksiat lainnya. Sedangkan cara menyucikan lahir yakni dengan membersihkan diri, pakaian, dan tempat dari segala kotoran (najis) dan hadats. Makna kedua inilah yang dimaksudkan dengan thaharah dalam istilah fiqh yakni: mensucikan diri dari najis dan hadats yang menghalangi shalat dan ibadah-ibadah sejenisnya dengan air atau tanah, atau batu. Penyucian diri di sini tidak terbatas pada badan saja tetapi juga termasuk pakaian dan tempat.
Hukum thaharah (bersuci) ini adalah wajib, khususnya bagi orang yang akan melaksanakan shalat.
v  Alat Bersuci
Alat untuk bersuci terdiri dari air, debu, dan batu atau benda padat lainnya.
1.      Air sebagai alat bersuci yang paling besar perananya dalam kegiatan bersuci. Air yang dapat digunakan untuk bersuci adalah : a) air muthlaq yaitu air suci lagi mensucikan, seperti: air mata air, air sungai, zamzam, air hujan, salju, embun dan air laut. b) air musta’mal yaitu air yang telah digunakan untuk wudlu dan mandi. Hukumnya sama dengan air mutlak yaitu sah untuk bersuci.
2.      Debu yang digunakan untuk bersuci atau bertayammum adalah debu yang suci dan kering. Debu ini bisa terletak di tanah, pasir, tembok, atau dinding.
3.      Batu atau benda padat lainnya selain tahi dan tulang. Debu, batu, daun dan tisu itu  digunakan khususnya ketika tidak ada air.
v  Najis dan Hadats
Najis adalah segala kotoran seperti tinja, kencing, darah (termasuk nanah, karena ia merupakan darah yang membusuk), daging babi, bangkai, liur anjing, madzi (air berwarna putih cair yang keluar dari kemaluan laki-laki yang biasanya karena syahwat seks, tetapi bukan air mani), wadi dan semacamnya.
Hadats adalah sesuatu yang diperbuat oleh anggota badan yang menyebabkan ia terhalang untuk melakukan shalat. Hadats ada dua macam yaitu hadats kecil seperti buang air besar dan air kecil, kentut, menyentuh kemaluan tampa pembatas, dan tidur nyenyak dalam posisi berbaring sedangkan hadats besar seperti junub dan haid yang harus disucikan dengan mandi besar, atau bila tidak memungkinkan untuk mandi maka cukup berwudlu atau tayyammum.
v  Wudlu’
Tata cara berwudlu secara lengkap berdasarkan sunnah Rasulullah saw adalah sebagai berikut:
1.      Niat berwudlu karena Allah semata adalah awal yang sangat menentukan dalam melakukan setiap perbuatan. Niat dilakukan dalam hati dan tidak perlu dilafalkan.
2.      Membasuh tangan tiga kali sambil menyela-nyelai jari jemarinya.
3.      Berkumur-kumur secara sempurna sambil memasukkan air ke hidung dan kemudian menyemburkannya sebanyak tiga kali.
4.      Membasuh wajah tiga kali secara merata sambil mengucek ujung bagian dalam kedua mata.
5.      Membasuh tangan kanan sampai siku tiga kali, kemudian tangan kiri dengan cara yang sama.
6.      Mengusap kepala sekaligus dengan telinga, cukup satu kali.
7.      Membasuh kaki kanan sampai dua mata kaki sambil menyela-nyelai jemari sebanyak tiga kali, kemudian kaki kiri dengan gerakan yang sama.
8.      Tertib
9.      Berdoa setelah wudlu dengan menghadap qiblat.
v  Mandi
Mandi atau biasa disebut dengan mandi besar atau mandi junub adalah membasahi seluruh badan dengan air suci. Tata cara mandi secara runtut menurut Rasulullah saw adalah:
1.      Niat mandi karena Allah semata dengan tampa dilisankan dan cukup membaca basmalah.
2.      Mencuci kedua tangan
3.      Mencuci kemaluan dengan tangan kiri. Setelah itu dituntutkan pula mencuci tangan kiri dengan tanah atau cukup digantikan dengan sabun mandi.
4.      Berwudlu seperti wudlu untuk shalat.
5.      Menyiramkan air kepala secara merata (keramas) sambil menguceknya sampai ke dasar kulit kepala.
6.      Menyiramkan air ke seluruh badan (mandi) sampai rata yang dimulai dari kanan kemudian ke kiri.
v  Tayammum
Tayammum dilakukan sebagai pengganti wudlu, dan mandi besar bila ada halangan, seperti sakit atau ketiadaan air untuk bersuci, misalnya karena musafir. Cara bertayammum adalah sebagai berikut:
1.      Mengucap basmalah sambil meletakkan kedua telapak tangan di tanah (boleh di dinding) kemudian meniup debu yang menempel dikedua telapak tangan tersebut.
2.      Mengusapkan kedua telapak tangan ke wajah satu kali, kemudian langsung mengusap tangan kanan hingga pergelangan lalu kiri dengan cara yang sama, masing-masing satu kali.

C.            SHALAT
Menurut bahasa, shalat berarti do’a atau rahmat. Sedangkan menurut istilah shalat adalah suatu ibadah yang terdiri dari ucapan dan perbuatan tertentu yang dibuka dengan takbir dan ditutup dengan salam.
Di dalam islam, shalat mempunyai arti penting dan kedudukan yang sangat istimewa, antara lain:
1.             Shalat merupakan ibadah yang pertama kali diwajibkan oleh Allah SWT yang perintahnya langsung diterima Rasulullah saw pada malam Isra-Mi’raj.
2.             Shalat merupakan tiang agama.
3.             Shalat merupakan amalan yang pertama kali dihisab pada hari kiamat.
v  Hukum Meninggalkan Shalat
Bagi muslim yang sudah terkena kewajiban shalat karena sudah baligh dan berakal, kemudian meninggalkan shalat dengan sengaja, dihukumi syirik dan kufur.
D.           ZAKAT
Ø  Pengertian Zakat
1.      Etimologi (lubat) : subur, bertambah
2.      Terminologi (istilah) : jumlah harta yang dibayarkan kepada golongan yang telah ditetapkan Allah

Ø Dasar Hukum
Surah Al Muzammil : 73 : 20
مَعَكَ الَّذِينَ مِنَ وَطَائِفَةٌ وَثُلُثَهُ وَنِصْفَهُ للَّيْلِ ثُلُثَيِ مِنْ أَدْنَىٰ تَقُومُ أَنَّكَ يَعْلَمُ رَبَّكَ إِنَّ
الْقُرْآنِ مِنَ تَيَسَّ مَا فَاقْرَءُواعَلَيْكُمْ فَتَابَ تُحْصُوهُ لَنْ أَنْ عَلِمَوَالنَّهَار اللَّيْلَ يُقَدِّرُ وَاللَّهُ
وَآخَرُونَ للَّهَ فَضْلِ مِنْ يَبْتَغُونَ الْأَرْضِ فِي نَ ضْرِبُو وَآخَرُونَمَرْضَىمِنْكُمْ سَيَكُونُ أَنْ عَلِمَ
اللَّهَ وَأَقْرِضُوا الزَّكَاةَ وَآتُوا الصَّلَاةَ وَأَقِيمُوا مِنْهُ تَيَسَّ مَا اقْرَءُوا للَّهِ سَبِيلِ فِي يُقَاتِلُونَ
خَيْرًا هُوَ اللَّهِ عِنْدَ اتَجِدُوهُ خَيْ مِنْ لِأَنْفُسِكُمْ تُقَدِّمُوا وَمَا حَسَنًاقَرْضًا اللَّهَ وَأَقْرِضُوا
رَحِيمٌ غَفُورٌ اللَّهَ اإِنَّ ا اللَّهَ وَاسْتَغْفِرُوا أَجْرًا وَأَعْظَمَ
Artinya :
Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
E.            PUASA
Puasa (Shiyam) : etimologi (lugat)  : menahan diri. Terminology (istilah) : menahan diri dari makan/minum, jima’ dan lain - lain disiang hari dengan cara yang dituntun agama. Karena mengharap pahala dari Allah SWT.
v  Dasar Hukum
Surah Al Baqarah, 2 : 183
قَبْلِكُمْ مِنْ الَّذِينَ تَتَّقُونَ عَلَى كُتِبَ كَمَا الصِّيَامُ عَلَيْكُمُ كُتِبَ آمَنُوا الَّذِينَ أَيُّهَا يَا
تَتَّقُونَ لَعَلَّكُمْ
Artinya :
Hai orang – orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang – orang sebelum kamu agar kamu bertakwa
v  Rahasia Puasa
1.      Membiasakan bersabar dari penderitaan
2.      Memperingatkan diri dengan kehinaan dan kemiskinan
3.      Memelihara dari perbuatan dosa
4.      Menggerakkan orang kaya agar membantu orang miskin
5.      Memperoleh manfaat dari kelaparan.
F.             HAJI
v  Pengertian Haji
Etimologi (Lugat) :  Mengeja sesuatu.  Terminologi (istilah)   :  Dengan sengaja mengunjungi Ka’bah (Baitullah) untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan syarat – syarat tertentu yang telah ditetapkan syara’.
v  Rahasia Haji
1.             Mewujudkan pikiran/ketenangan akan pertemuan dipadang mahsyar
2.             Membktikan sebab – sebab memperoleh rahmat dari Allah
3.             Menyelami keutamaan menjauhkan diri dari syahwat
G.           PENYELENGGARAAN JENAZAH MENURUT PUTUSAN MAJELIS TARDJIH
·         Cara Memandikan Mayat
Kalau kamu hendak memandikan mayat, maka mulai anggota kanannya serta anggoa wudhu dan mandikanlah gasal (ganjil) :tiga atau lima kali atau lebih dari itu, dengan air dan daun bidara, serta pada pemandian yang terakhir taruhlah kapur barus, meskipun sedikit dan jalinlah rambut mayat perempuan tiga pintal, lalu keringkanlah dengan semacam handuk. Mandikanlah mayat pria oleh orang pria dan dari salah seorang dari suami-istri, boleh memandikan lainnya. Dan sembunyikanlah cacatnya.


·         Cara Mengafan Mayat
Kafan (bungkus)-lah mayat itu dengan kafan yang baik dalam kain putih yang menutup seluruh tubuhnya.Kafanilah mayat pria dalam tiga helai kain dan mayat wanita dengan kain basahan, baju kurung, kudung selubung lalu kain. Janganlah berlebih – lebihan dalam hal kafan.
·         Cara Menshalatkan Mayat
Sesudah sempurna dimandikan dan dikafani, maka sembahyangkanlah mayat itu dengan syarat – syarat shalat, dengan niat yang ikhlas karena Allah dan takbir-lah, lal bacalah Fatihah dan shalawat atas Nabi s.a.w lalu takbir, lal berdo’alah dengan mengangkut tangan pada tiap takbir.
·         Cara Mengubur Mayat
Sesudah dishalatkan bawalah jenazah itu kepekubran dengan cepat-cepat dan iringilah ia dengan berjalan disekelilingnya, dekat padanya, dengan diam. Dan janganlah orang wanita pergi mengiringnya. Begitu juga janganlah kamu duduk hingga jenazah itu diletakkan.
H.           TIGA IDENTITAS MUHAMMADIYAH
Adapun ciri – ciri dari perjuangan Muhammadiyah itu adalah :
1.      Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam
2.      Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah Islam
3.      Muhammadiyah sebagai Gerakan Tajdid (Reformasi)
AL ISLAM KEMUHAMMADIYAAN
SEMESTER V

A.           AGAMA, DUNIA, DAN IBADAH
1.      Agama
Agama yakni Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Ialah apa yang diturunkan Allah di dalam Qur’an dan yang tersebut dalam Sunnah yang dhahih, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk untuk kebaikan manusia di Dunia dan Akhirat.
Agama adalah apa yang di syari’atkan Allah dengan perantaraan Nabi-nabi-Nya, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk untuk kebaikan manusia di Dunia dan Akhirat.
2.      Dunia
Yang dimaksud “urusan dunia” dalam sabda Rasulullah saw. “Kamu lebih mengerti urusan duniamu”  ialah segala perkara yang tidak menjadi tugas diutusnya para Nabi (yaitu perkara-perkara/ pekerjaan-pekerjaan/ urusan-urusan yang diserahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan manusia).
3.      Ibadah
Ibadah adalah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, dengan jalan menta’ati segala perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya, dan mengamalkan segala yang diidzikan Allah. Ibadah itu ada yang Umum dan ada yang Khusus :
a.       Yang Umum ialah segala amalan yang diidzinkan Allah.
b.      Sedangkan yang Khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah akan perincian-perinciannya, tingkah dan cara-caranya yang tertentu.
B.            AL ISLAM
Secara Etimologi Islam adalah ketundukan, ketaatan, penyerahan diri, keselamatan. Islam adalah Agama Allah SWT. Seperti yang dijelaskan dalam sebuah ayat yang artinya : “ sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam” (Qs. Ali Imran 03:19) dan telah dijelaskan pula bahwa “barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (Qs. Ali Imran 03:85)
Ø  Fundamentals Islam
(1). Aqidah : Tauhid                             Syahadatain, Arkaanul Iman
(2). Ibadah :
-          Khusus : Waktu, gerakan, bacaan, dan cara-caranya sesuai ketetapan Allah dan Rasul-Nya.
-          Umum : semua amalan yang sesuai izin dan ridha Allah SWT.
(3). Muamalah Duniawiyah :
-          Dunia bisnis/ perdagangan
-          Sosial/ Kemasyarakatan.
-          Kehidupan bernegara
-          Dunia profesi.
-          Pendidikan dan pengembangan IPTEK.
Pelaksanaannya berdasarkan syari’ah Allah SWT. Hukum yang lima.
(5).  Akklaqul Karimah :
-          Kesatuan : jiwa, mental, pikiran, lisan, dan perbuatan
-          Personifikasi (mengikuti pada sosok) Nabi Muhammad
C.            ISLAM TENTANG ETOS KERJA
Penyakit yang mengakibatkan umat Islam lemah di bidang ekonomi dewasa ini ialah etos kerja yang lembek. Untuk membangun etos kerja umat, maka perlu menyakini dan mengamalkan prinsip-prinsip Islam sbb:
1.      Untuk hidup sejahtera dan bahagia (hayatan thayyibah) ialah dengan iman dan amal saleh. Qs. An Nahl/ 16:97
2.      Tidak dibenarkan iri hati kepada orang yang sukses. Setiap laki-laki maupun perempuan diberi peluang untuk berusaha. Qs. An Nisa’/ 4:32
3.      Agar manusia seimbang hidup duniawinya dengan ukhrawinya. Al Qashash/ 28: 77 (hlm.58)
4.      Usaha paling afdal ialah dengan kerja keras dengan cucuran keringat sendiri.
5.      Modal Iman dan ilmu pengetahuan (termasuk keterampilan), adalah jaminan untuk memperoleh martabat hidup yang tinggi. Qs. Al Mujadilah/ 58 : 11
6.      Memilih usaha sesuai kemampuan, tidak mudah bosan dan kontinyu.
7.      Selalu berdo’a dan berupaya serius untuk meraih hidup bahagia (hasanah) di dunia dan akhirat. Qs. Al Baqarah/ 2:201
8.      Harta benda yang diperoleh dengan cara yang halal, legal dan tampa pemerasan, adalah hak milik (baik secara individual atau berserikat). Pada hakekatnya adalah titipan Allah SWT untuk sebagiannya berfungsi sosial: zakat, sadaqah, wakaf, waris, qurban, dll. Qs. Al- Hadid/ 57:7
D.           MUHAMMADIYAH
Secara garis besar Muhammadiyah itu diambil dari nama Muhammad yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/ 18 November 1912 M di Yogyakarta.
Ø  Identitas dan Azas (Anggaran Dasar Muhammadiyah pasal 4) :
-          Gerakan Islam, Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
-          Berasas Islam
Ø  Maksud dan Tujuan (Anggaran Dasar Muhammadiyah pasal 6) :
-          Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
-          Untuk mencapai Tujuan dilakukan kegiatan dan amal usaha.
Ø Multi Gerakan :
-            Tabligh/ Dakwah
-            Sosial Kemasyarakatan
-            Pendidikan dengan lembaga-lembaganya
-            Ekonomi, perdagangan dan Industri
-            Memberdayakan warga/umat menjadi kekuatan penentu dalam hidup bernegara. (tidak berpolitik praktis)
Ø  Persyarikatan Muhammadiyah sebagai wujud (menurut cita-cita KH. Ahmad Dahlan) Qs. Ali Imran 03:110
Ø  Pada paragraf terakhir Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah: “... dengan Muhammadiyah ini, mudah-mudahan umat Islam ini dapatlah diantarkan ke pintu gerbang surga jannatunna’im dengan keridhaan Allah yang Rahman dan Rahim.”







AL ISLAM KEMUHAMMADIYAAN
SEMESTER VI

A.           AKHLAK
Secara etimologis akhlak adalah bentuk jamak dari khuluqun yang berarti budi pekerti perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (penciptaan). Sedangkan etimologis akhlaq adallah bukan saja merupakan tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia, tetapi juga norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan tuhan dan bahkan dengan alam semesta sekalipun.
Rasulullah SAW menerangkan hakikat risalahnya yaitu menyempurnakan Akhlaqul Khariemah. Akhlaqul kariemah dalam multi dimensi :
1.                  Hubungan dengan Allah SWT antara lain yaitu Tauhid kepada Allah, Taqwa, Berdo’a, Dzikrullah, Tawakkal, Istighfaar, dan Taubat.
2.                  Akhlak Diri Sendiri antara lain yaitu Sabar, Syukur, Tawadhu’, benar, Amanah, Syaja’ah. Kana’ah.
3.                  Akhlak terhadap Keluarga antara lain yaitu Birrul Walidain, Adil terhadap Saudara, Mendidik Keluarga, dan Memelihara keturunan.
4.                  Akhlak terhadap Masyarakat antara lain yaitu Ukhuwwah, Ta’awun, Adil, Pemurah, Penyantun, Pemaaf, Menepati Janji dan sumpah, musyawarah, dan wasiat di dalam kebenaran.
5.                  Akhlak terhadap Alam yaitu memperhatikan dan merenungkan tentang penciptaan alam. Memamfaatkan alam secara tidak mubazir. Memelihara alam dari pencemaran dan kerusakan.
Aklaq menempati kedudukan yang istimewa dan sangat penting dalam Islam. Di antaranya:
1.             Akhlak menjadi salah satu misi utama Rasulullah SAW. Sabda beliau:
إنما بعثت لاتم مكارم الاخلاق (رواه البيهاقى
"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia." (HR. Baihaqi)
2.             Akhlak yang baik memberatkan timbangan kebaikan seseorang pada Hari Kiamat.
ما من شئ اثقل فى ميزان العبد المؤمن يوم القيامة من حسن الخلق... (رواه  الترميذى
"Tidak ada sesuatu yang lebih berat di dalam timbangan (kebaikan) seorang hamba mukmin pada Hari Kiamat dari pada akhlaq yang baik." (HR. Tirmidzi)
3.             Akhlak murupakan ukurun kualitas iman seseorang.
أكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا (رواه الثرميذى
"Orang mukmin yang paling sempurna adalah yang paling baik akhlaqnya." (HR. Tirmidzi)
4.             Akhlak yang baik menjadi buah ibadah kepada Allah.
و أقم الصلاة , إن الصلاة تنهى عن الفحشاء و المنكر (العنكبوت
“…dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah (prbuatan-perbuatan) keji dan munkar." (QS  AL-'Ankabut: 45)
5.             Di dalam Al-Qur'an banyak terdapat ayat tentang akhlak.
Ø  Ihsan dan Amal Shalih
Ihsan dan amal shalih kaitannya dengan pembahasan ini, yakni Akhlaqul Kariemah ialah pola perilaku yang dilandaskan pada dan dimanifestasikan nilai-nilai Iman, Islam, Ihsan, dan Amal Shalih.
Ø  Pengertian Akhlak menurut Al-Ghazali (Ihya Ulumuddin/3:58). “Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, daripadanya timbul perilaku yang mudah tanpa memerlukan pertimbangan pikiran”.
B.     PRIBADI MUSLIM
Seorang Muslim adalah seorang yang utuh pribadinya, utuh hidupnya dan kehidupannya. Cara berfikirnya, tutur katanya dan laku perbuatannya, secara terpadu terwujud menjadi karakter Islami. Dalam suasana, situasi dan kondisi apapun, seorang muslim selalu menyatakan dan menampakkan identitasnya sebagai seorang muslim (beragama Islam).
Prinsip-prinsip kehidupan pribadi seorang muslim antara lain  sebagai berikut:
1.      Selalu Istiqamah beraqidah tauhid kepada Allah SWT berpegangan teguh pada Rukun Iman. Menjadi muslim, mukmin, muhsin dan muttaqin.
2.      Dengan penuh kesadaran, menjauhi dan menolak syirik, takhyul, khufarat dan bi’dah yang menodai iman dan tauhid kepada Allah SWT maka senantiasa membiasakan diri membaca Al-Qur’an dan memahami maknanya.
3.      Dengan penuh kesadaran, taat menegakkan Arkanul Islam (bersyhadat, shalat lima waktu, berzakat, puasa Ramadhan, dan berhaji bila telah mampu menunaikannya).
4.      Selalu taat melaksanakan ibadah Mahdhah (khusus) dengan ikhlas dan khusyu’ juga melaksanakan amal nawafil (ibadah sunnah) seperti shalat sunnat rawatib, shalat witir dan shalat lail sesuai tuntunan Rasulullah SAW.
5.      Sebagai muslim berupaya melakukan shalat berjamaah, terutama berjamaah di masjid bila tidak ada halangan syar’i.
6.      Sebagai seorang muslim, selalu berupaya meningkatkan kualitas hidupnya dengan motifasi hidup yang tinggi dalam bidang-bidang : keterampilan, ilmu pengetahuan, sosial, ekonomi, dan profesinya.
7.      Sebagai muslim membina diri menjadi orang shalih (gemar beramal kebijakan) dalam masyarakatnya. Ia cinta masyarakatnya dan masyarakat mencintainya.
8.      Sebagai muslim wajib meneladani perilaku Nabi Muhammad SAW, menghiasi dirinya akhlaqul karimah (akhlak mulia), sehingga menjadi uswatun hasanah (teladan yang baik) dengan sifat-sifat :
a.              1). Fathanah (cerdas)
2). Amanah (jujur)
3). Shiddiq (benar)
4). Tabligh (penyampai kebenaran)
b.      Dalam melakukan amal dan kegiatan sosial, senantiasa dengan dasar niat ikhlas dan mencari redha Allah SWT. Menjauhkan diri dari perilaku riya, sombong, maksiat, munkar, dan semua perbuatan tak terpuji.
c.       Dalam melaksanakan tugas dan kerja dalam kehidupan sehari-nari dilaksanakan dengan mentaati hukum, peraturan-peraturan yang berlaku dan dengan ucapan dan bahasa yang santun, menjauhkan diri dari perilaku : malas, curang, manipulasi, suap-menyuap dan semua perbuatan yang merugikan hak-hak orang banyak.
9.      Sebagai Muslim/ muslimah wajib berbusana menutup aurat.
10.  Dalam melaksanakan muamalah – duniawi dengan prinsip-prinsip :
a.         Sadar sebagai hamba Allah SWT dan Khalifah di bumi, sehingga memandang dan menyikapi kehidupan dunia secara aktif dan positif. Tidak mengisolasi diri dari pergaulan kehidupan. Berbuat kebajikan secara maksimal dalam masyarakat sebagai amal shalih.
b.        Senantiasa berfikir positif dan sehat serta beramal Islami, terwujud dalam karya-karya nyata, bermamfaat bagi masyarakat.
c.         Berpegang teguh pada Etos kerja Islami, yaitu : propesional, kerja keras, terampil, disiplin, sadar tentang perlunya kerjasama dalam kebajikan, menghargai waktu, terus berupaya menambah kualitas ilmu dan keterampilan, bekerja secara berencana untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
Maka segala usaha dan upaya yang dilakukan seorang muslim secara maksimal berpedoman dan mengamalkan 10 prinsip yang telah dikemukakan itu, hakekatnya adalah jihad-akbar, jihadun-nafs, yakni jihad paling besar untuk mewujudkan diri menjadi Muslim- Kaffah.








AL ISLAM KEMUHAMMADIYAAN
SEMESTER VII
A.           KEPEMIMPINAN ISLAM
Khalifah adalah bentuk tunggal dari khulafa yang berarti menggantikan orang lain disebabkan ghaibnya (tidak ada di tempat) orang yang akan digantikan atau karena meninggal atau karena tidak mampu atau sebagai penghormatan terhadap apa yang menggantikannya. Ar Roghib Al Asfahani dalam mufradat mengatakan makna kholafah fulanan berarti bertanggung jawab terhadap urusannya secara bersama-sama dengan dia atau setelah dia. Dalam konteks firman Allah SWT dalam surat Al Baqoroh, ayat 20:
“sesungguhnya aku hendak menjadikan khalifah dimuka bumi,”
Para mufasir menjelaskan bahwa khalifa Allah adalah para nabi dan orang-orang yang menggantikan kedudukan mereka dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, mengatur urusan manusia dan menegakkan hukum secara adil. Menurut Roghib Asfahani, penisbatan itu sendiri adalah bentuk penghormatan yang diberikan Allah SWT kepada mereka.
Khilafah (kepemimpinan) menjadi isu krusial dan tema sentral dalam sistem politik Islam. Sedemikian krusialnya isu itu membuat para sahabat menunda pemakaman Nabi untuk berkumpul di Bani Tsaqifah. Mereka bermusyawarah untuk mengangkat pemimpin (Kholifah) pengganti Nabi. Allah SWT berfirman:
Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa (khalifah) dimuka bumi, sebagaimana dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik” (Qs. 24:55)
Terminologi Khilafah sendiri dipakai untuk menjelaskan tugas yang diemban para pemimpin pasca kenabian. Istilah itu digunakan untuk membedakan sistem kerajaan dan kepemimpinan diktator. Hal ini menyiratkan bahwa sistem khalifah yang dimaksud dalam berbagai hadist di atas adalah bahwa sistem khalifah ini sejalan dengan prinsip-prinsip kenabian (nubuwwah). Sistem kepemimpinan ini dibangun dari antitesis sistem kerajaan dimana kekuasaan berdasarkan pewarisan keluarga (dinasti) ataupun sistem diktator yang cenderung berbuat zalim dan tidak disukai rakyat.
Ibnu Taimiyah dalam Minhajus Sunnah menjelaskan bahwa “Khulafaur Rasyidin yang berlangsung tiga puluh tahun adalah kepemimpinan kenabian dan kemudian urusan itu pemerintah beralih ke Muawiyyah, seorang raja pertama. Al Mulk (raja-raja) adalah orang yang memerintah yang tidak menyempurnakan syarat-syarat kepemimpinan dalam islam (khilafah).”
Kepemimpinan dalam perspektif khilafah lebih merefleksikan pemahaman terhadap nilai dan prinsip kepemimpinan yang benar menurut islam ketimbang sebagai sebuah eksistensi maupun bentuk pemerintahan. Khilafah lebih merupakan subtansi nilai yang bersifat dinamis. Kekhilafahan sebagai prinsip nilai dan idealitas yang diembannya, yakni penegakan syariah bukan sebagai lembaga pemerintahan. Kekhilafahan sebagai sebuah nilai setidaknya mengacu kepada dua hal pokok, yakni pertama, kepemimpinan (khilafah) itu harus merefleksikan kewajiban meneruskan tugas-tugas pasca kenabian untuk meminjam istilah Ibnu Hayyan mengatur urusan umat, menjalankan hukum secara adil dan mensejahterahkan umat manusia serta melestarikan bumi. Kedua, kepemimpinan harus dibangun berdasarkan prinsip kerelaan dan dukungan mayoritas umat, bukan pendelegasian kekuasaan berdasarkan keturunan (muluk) dan kediktatoran (jabariyah). Islam tidak menetapkan khilafah seperti institusi politik dengan hirarki dan pola kelembagaan baku yang rigid dan memiliki otoritas politik tanpa batas seperti layaknya raja. Ini berarti Islam memberikan keluasan kepada kaum muslimin untuk merumuskan aplikasi kekuasaan dan bentuk pemerintahan beserta perangkat-perangkat yang dibutuhkan dengan memperhatikan faktor kemaslahan dan kepentingan perubahan zaman. Keluasan tersebut adalah hikmah bagi kaum Muslimin, dimanapun mereka menemukan maka berhak memungutnya.
B.            TUGAS PEMIMPIN
Secara garis besar menurut Al Mawardi ada 10 tugas pemimpin dalam Islam, yakni :
1.             Menjaga kemurnian agama.
2.             Membuat keputusan hukum di antara pihak-pihak yang bersengketa.
3.             Menjaga kemurnian nasab.
4.             Menerapkan hukum pidana Islam.
5.             Menjaga keamanan wilayah dengan kekuatan Militer.
6.             Mengorganisir jihad dalam menghadapi pihak-pihak yang menentang dakwah Islam.
7.             Mengumpulkan dan mendistribusikan harta pampasan perang dan zakat
8.             Membuat anggaran belanja negara.
9.             Melimpahkan kewenangan kepada orang-orang yang amanah.
10.         Melakukan pengawasan melekat kepada hirarki dibawahnya, tidak semat
11.         Mengandalkan laporan bawahannya, sekalipun dengan alasan kesibukan beribadah.
C.            KARAKTER KEPEMIMPINAN ISLAM
Karakter kepemimpinan dalam Islam adalah kepemimpinan sipil. Mandat kepemimpinan dalam Islam tidak ditentukan oleh Tuhan namun dipilih oleh umat. Kedaulatan milik Tuhan namun sumber otoritas kekuasaan adalah umat Islam. Pemimpin tidak memiliki kekebalan dosa (ma’shum) sehingga memungkinkan yang bersangkutan menggabungkan semua kemuasaan baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif dalam genggamannya. Islam tidak mengenal jenis pemerintahan seperti yang dilakukan Eropa di abad pertengahan sebab khalifah dipilih dan dapat diberhentikan oleh rakyat. Ibnu Hazam menyatakan bahwa para ulama bersepakat (ijma’) perihal wajibnya khilfah atau imarah (kepemimpinan) dan bahwa penentuan khalifah atau pemimpin menjadi kewajiban kaum Muslimin dalam rangka melindungi dan mengurus kepentingan mereka.
Oleh karena itu, Abu Bakar Ra menolak mendapatkan panggilan khalifah Allah dan memilih sebutan khalifah Rasul karena dia mewakili Nabi dalam menjalankan tugas kepemimpinan dan sebagai khalifah, beliau juga memahami kekuasaannya bersifat temporal, yang dipilih dan diawasi rakyat. Dengan demikian, pemimpin bukan wakil Tuhan dimuka bumi. Dalam kepemimpinan sipil, umat mengontrol dan memberhentikannya. Semua mazhab Ahli Sunnah Wal Jamaah menyakini bahwa Rasulullah SAW tidak mencalonkan seorangpun untuk memegang kendali kepemimpinan sepeninggal beliau. Abu Bakar menjadi khalifah karena dipilih kaum Muslimin bukan karena menggantikan Nabi SAW menjadi iman shalat. Demikian pula Umar diangkat sebagai khalifah bukan semata karena diusulkan Abu Bakar namun karena beliau dipilih para sahabat dan dibaiat mayoritas kaum muslimin.
Adapun berkaitan dengan pembagian wewenang kekuasaan Eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam pandangan Ali Bahnasawi lebih merefleksikan kebutuhan yang tidak terelakkan baik dalam perspektif strategis maupun teknis. Nabi SAW sendiri telah mendelegasikan beberapa aspek legislatif kepada para sahabat dan sepeninggal beliau, wewenang legislatif dan yudikatif dipisahkan dari tugas kekhalifahan. Kondisi ini pula yang secara alamiah menjadi titik pijak transformasi sistem peradilan sepanjang pemerintahan Islam pasca Nabi SAW, seperti adanya lembaga qadhi dan hisbah, mahkamah mazhalim dan lain-lain. Dalam konteks strategis, pembagian kekuasaan adalah sebagai upaya untuk mengurangi kemungkinan adanya pelanggaran kekuasaan (abuse of power) sebagai akibat terkonsentrasinya kekuasaan. Mengutip Lord acton, “power tends to corupt, absolute power tends to absolute corrupt”. Tabiat kekuasaan tanpa kendali moral akan cenderung korup dan menindas maka selain integritas moral dibutuhkan sistem yang dapat menggaransi tabiat jahat kekuasaan tersebut muncul.
D.           SYARAT-SYARAT KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM
Secara umum, Al Qur’an mensyaratkan seorang pemimpin diangkat karena faktor keluasan pengetahuan (ilmi) dan fisik (jism) seperti dijelaskan dalam :
Nabi mereka mengatakan kepada mereka : “sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.” Mereka menjawab : “Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan dari padanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?” Nabi (mereka) berkata : “Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.” Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Al Baqarah : 247)
Syarat kepemimpinan menurut Ibnu Taimiyyah mencakup dua aspek, yaitu Qawiy kekuatan (fisik dan intelektual) dan Amin (dapat dipercaya). Sedangkan Al Mawardi menetapkan tujuh syarat kepemimpinan yang mencakup adil, memiliki kemampuan berijtihaj, sehat jasmani, tidak memiliki cacat fisik yang menghalangi menjalankan tugas, memiliki visi yang kuat, pemberani dalam mengambil keputusan, memiliki nasab Quraisy.
Berpijak dari pemahaman umum nash dari Al qur’an dan sunnah, serta pandangan ulama, setidaknya ada tiga syarat utama kepemimpinan dalam Islam, yakni integrasi aspek keluasan Ilmu, integrasi moral (kesalihan individual) dan kemampuan profesional. Yang dimaksudkan keluasan ilmu, seorang pemimpin tidak hanya mampu menegakkan keadilan berdasarkan prinsip-prinsip dan kaidah syariah, namun juga mampu berijtihaj dalam merespon dinamika sosial politik yang terjadi ditengah masyarakat. Sementara kesalihan adalah kepemilikan sifat amanah, kesucian dan kerendahan hati dan istiqomah dengan kebenaran. Adapun profesional adalah kecakapan praktis yang dibutuhkan pemimpin dalam mengelola urusan politik dan administrasi kenegaraan.
Jika tidak dipenuhi keseluruhan syarat-syarat tersebut maka diperintahkan mengambil yang ashlah (lebih utama). Misalnya, jika kaum muslimin dihadapkan kepada situasi untuk memilih salah satu dari dua pilihan yang buruk, yakni antara seorang pemimpin yang cakap namun kurang shalih maka menurut Ibnu Taimiyyah hendaknya didahulukan memilih pemimpin yang cakap sekalipun kurang salih. Karena seorang pemimpin yang salih namun tidak cakap maka kesalihan tersebut hanya bermamfaat bagi dirinya namun ketidakcakapannya merugikan masyarakat sebaliknya pemimpin yang cakap namun kurang shalih maka kecakapannya membawa kemaslahatan bagi masyarakat sementara ketidak shalihannya merugikan dirinya sendiri.
E.            HAK DAN KEWAJIBAN PEMIMPIN MUSLIM
1.      Niat Yang Lurus
Hendaklah saat menerima suatu tanggung jawab, dilandasi dengan niat sesuai dengan apa yang telah Allah perintahkan. Lalu iringi hal itu dengan mengharapkan keridhaan-Nya saja. Kepemimpinan atau jabatan adalah tanggung jawab dan beban, bukan kesempatan dan kemuliaan.
2.      Laki- Laki
Wanita sebaiknya tidak memegang tampuk kepemimpinan. Rasulullah Shalallahu’ alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan beruntung kaum yang dipimpin oleh seorang wanita” (Riwayat Bukhari dari Abu Bakarah Radhiyallahu’anhu).
3.      Tidak Meminta Jabatan
Rasulullah bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah Radhiyallahu’anhu, “Wahai Abdul Rahman bin Samurah! Janganlah kamu meminta untuk menjadi pemimpin. Sesungguhnya jika kepemimpinan diberikan kepada kamu karena permintaan, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya.”(Riwayat Bukhari dan Muslimin)
4.      Berpegang pada Hukum Allah
Ini salah satu kewajiban utama seorang pemimpin, Allah berfirman, “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.” (al Maaidah : 49). Jika ia meninggalkan hukum Allah, maka seharusnya dicopot dari jabatannya.
5.      Memutuskan Perkara Dengan Adil
Rasulullah bersabda, “Tidaklah seorang pemimpin mempunyai perkara kecuali ia akan datang dengannya pada hari kiamat dengan kondisi terikat, entah ia akan diselamatkan oleh keadilan, atau akan dijerumuskan oleh Kezhalimannya,” (Riwayat Baihaqidari Abu Hurairah dalam kitab Al- Kabir).
6.      Tidak Menutup Diri
Hendaklah selalu membuka pintu untuk setiap pengaduan dan permasalahan rakyat. Rasulullah bersabda, “Tidaklah seorang pemimpin atau pemerintah yang menutup pintunya terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinan kecuali Allah akan menutup pintu-pintu langit terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinannya.” (Riwayat Imam Ahmad dan At Tirmidzi).
7.      Menasehati Rakyat
Rasulullah bersabda, “Tidaklah Seorang pemimpin yang memegang urusan kaum Muslimin lalu ia tidak bersungguh-sungguh dan tidak menasehati mereka, kecuali pemimpin itu tidak akan masuk surga bersama mereka (rakyatnya).”
8.      Mencari Pemimpin Yang Baik
Rasulullah bersabda. “ Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi atau menjadikan seorang Khalifah kecuali ada bersama mereka itu golongan pejabat (pembantu). Yaitu pejabat yang menyuruh kepada kebaikan dan mendorongnya kesana, dan pejabat yang menyuruh kepada kemungkaran dan mendorongnya ke sana. Maka orang yang terjaga adalah orang yang dijaga oleh Allah.”
9.      Lemah Lembut
Do’a Rasulullah, “ Ya Allah barang siapa mengurus satu perkara umatku lalu ia mempersulitnya, maka persulitlah ia, dan barang siapa yang mengurus satu perkara umatku lalu ia berlemah lembut kepada mereka, maka berlemah lembutlah kepadanya.
10.  Tidak Meragukan dan Memata-matai Rakyat
Rasulullah bersabda, “ jika seorang pemimpin menyebarkan keraguan dalam masyarakat, ia akan merusak mereka.”

F.             KEPEMIMPINAN KOLEGIAL DALAM MUHAMMADIYAH
Kepemimpinan yang di kehendaki dalam Muhammadiyah termasuk ortom-ortom adalah kepemimpinan yang kolegial. Sehingga dituntut sangat perlunya dipenuhi persyaratan kepemimpinan yang telah disiapkan didalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
Mohammad Djasman mengatakan bahwa, kepemimpinan yang efektif dalam Muhammadiyah dapat di identifikasi sebagai berikut :
1.        Mampu memahami diri sendiri. Kemampuan ini diperlukan karena seseorang yang mampu memahami kekurangan dan kelebihannya akan dapat mengambil keputusan sendiri, sektor kepemimpinan amal usaha mana yang paling tepat baginya.
2.        Mampu melakukan komunikasi.
3.        Mempunyai kesadaran tentang perlunya untuk menambah ilmu.
4.        Mempunyai kesadaran untuk menghayati nilai-nilai persyarikatan.
5.        Mampu mengembangkan sikap sosialnya.

G.           KEPEMIMPINAN RASULULLAH SAW DALAM KONTEKS MODERN
Dilihat dari kacamata kepemimpinan, tidak diragukan lagi bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang pemimpin yang sangat berhasil, yang sukses dengan gilang gemilang. Untuk dapat menjadi pedoman dan teladan bagi kita sekarang ini, marilah kita pelajari Sirah Rasulullah SAW, kenapa beliau berhasil memimpin, apa rahasianya dapat kita lihat antara lain :
1.        Selalu dibimbing Wahyu, ini adalah inti atau kunci dari semuanya, di dalam memimpin Nabi Muhammad SAW selalu dibimbing wahyu. Berbeda dengan pemimpin-pemimpin dunia yang lain, yang belajar sendiri dari pengalaman dan buku-buku, maka Nabi Muhammad SAW langsung dibimbing oleh Allah SWT Yang Maha Mengetahui, Maha Bijaksana dan Maha Memimpin. Nabi selalu dibimbing oleh wahyu baik secara langsung, maupun tidak langsung.
2.        Menghidupkan Syura, rahasia kedua keberhasilan kepemimpinan Rasullah SAW adalah syura atau musyawarah. Supaya seorang pemimpin dapat berhasil dengan baik, setidaknya dia harus membuka diri untuk menerima masukan dari berbagai pihak, baik yang disampaikan langsung secara pribadi atau melalui forum-forum pertemuan yang memang sengaja diadakan untuk mendiskusikan suatu persoalan. Musyawarah sangat diperlukan untuk dapat mengambil keputusan yang paling baik, disamping untuk memperkokoh persatuan dan menumbuhkan rasa tanggung jawab bersama.
3.        Keteladanan, adalah cara yang paling efektif untuk menanamkan nilai-nilai yang positif. Jika pemimpin memberikan contoh yang baik tentang kejujuran, disiplin, kerja keras, tepat waktu, kebersihan dan nilai-nilai baik yang sudah dicontohkan itu, maka pemimpin punya hak moral untuk menegur dan meluruskannya.
4.        Egaliter, rahasia keempat, Nabi adalah seorang yang egaliter, bukan feodalis. Nabi tidak ingin diperlakukan berlebihan seperti orang-orang Persia memperlakukan Kisra atau Kaisarnya. Egaliternya Nabi dapat dilihat dari panggilan yang digunakan oleh Nabi kepada umatnya, yaitu Sahabat. Istilah sahabat menunjukkan kesetaraan.
5.        Mementingkan Kaderisasi, dalam memimpin Rasulullah SAW mementingkan kaderisasi. Seorang pemimpin tidak boleh mematikan kader yang tumbuh. Misalnya, kalau ada seseorang yang menonjol, sebagai pemimpin dia merasa khawatir lalu mematikan, menutup langkahnya. Dia tidak ingin ada matahari-matahari lain selain dirinya, dia ingin bersinar sendirian, yang lain redup. Itu bukan seorang pemimpin yang punya visi kaderisasi kedepan.
6.        Integrasi Pribadi, rahasia terakhir atau rahasia keenam keberhasilan kepemimpinan Rasulullah SAW adalah karena beliau memiliki al-akhlaq al karimah, sampai dipuji oleh Al-Qur’an. Beliau adalah seorang pemimpin yang sangat mencintai umatnya. Beliau hidup dan bergaul serta dapat merasakan denyut nadi mereka. Beliau sangat menyayangi Umatnya.